Wapres: Kebijakan Bebas Visa China Harus Segera Dievaluasi
Sabtu, 24 Desember 2016
Indonesiaplus.id – Kebijakan bebas visa perlu dievaluasi dan dituntut oleh sejumlah pihak.
Wakil Presiden RI Jusuf Kalla setuju dan harus dilakukan untuk menentukan tingkat keefektifannya.
“Kebijakan tersebut awalnya ditujukan untuk mendongkrak kunjungan wisatawan, termasuk dari negeri Tiongkok yang penduduknya mencapai 1,4 miliar orang. Perlu kita evaluasi jangan-jangan kita bebaskan (visanya) tapi wisatwannya tidak ada,” ujar Wapres di kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (23/12/2016).
Indonesia dengan bentangan alam yang sangat bagus ini, hanya bisa mendatangkan sekitar 10 juta wisatawan mancanegara pertahunnya. Sejumlah negara tetangga yang bentangan alamnya masih kalah jauh indahnya dengan Indonesia, jumlah wisatawannya bisa dua kali lipat Indonesia.
“Kebijakan bebas visa, antara lain untuk memudahkan wisatawan datang. Misalnya, di Tiongkok Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) ada di Bejing, dan Indonesia hanya memiliki beberapa Konsulat Jendral di negri tersebut, ” katanya.
Jika seorang warga Tiongkok hendak pergi ke Indonesia namun ia harus menyambangi kantor perwakilan pemerintah Indonesia yang jumlahnya terbatas itu, maka hal itu dikhawatirkan akan menyulitkan wisatawan.
Terkait dampak buruk dari kebijakan tersebut, Wapres mengakui hal tersebut ada. Tetapi dampak bukan seperti yang dikhawatirkan banyak pihak saat ini, yakni masuknya pekerja asing ilegal yang merebut pekerjaan warga negara Indonesia.
Di Tiongkok gaji minimum seseorang sekitar Rp 4,5 juta, dan di Indonesia gaji minumnya mencapai sekitar Rp 2 juta. Tidak mungkin orang Tiongkok mau jauh-jauh ke Indonesia untuk merebut pekerjaan orang lokal, karena di tanah air gaji minimumnya jauh lebih rendah. “Di mana-mana itu dari gaji kecil ke gaji besar, bukan gaji besar ke gaji kecil,” tandasnya.[]