Jabatan Kursi Ketua DPR Mendewasakan Politik Indonesia
Sabtu, 9 Desember 2017
Indonesiaplus.id – Kursi Ketua DPR menjadi bagian dari proses pendewasaan politik di Indonesia. Sehingga semua pihak mesti belajar membedakan mana substansi dan kemajuan demokrasi, pesta demokrasi, sertahak masyarakat.
“Saya kira ini bagian dari proses kedewasaan politik kita, tetapi kita relatif tidak sampai dalam dinamika demokrasi yang bisa merusak persatuan dan kesatuan bangsa,” ujar Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan dalam diskusi bertajuk Posisi Ketua DPR: Antara Politik dan Hukum, di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (8/12/2017).
Terkait posisi Ketua DPR, kata Taufik, pimpinan DPR melihatnya pada sisi hakikat konteks kepemimpinan yang bersifat kolektif-kolegial. Semua bekerja berdasarkan penugasan dari fraksi yang merupakan kepanjangan tangan partai.
“Pimpinan DPR secara spesifik sebenarnya hanya sebagai ‘speaker’. Artinya kami tidak memiliki kewenangan apa pun mengintervensi kaidah-kaidah proses pengambilan keputusan politik yang ada di alat kelengkapan dewan atau yang ada di badan-badan,” katanya.
Pihaknya menyerahkan agar posisi Ketua DPR kepada Partai Golkar bila ditinggalkan Setya Novanto yang tersangkut kasus dugaan korupsi. Taufik meyakini Golkar akan mengambil langkah terbaik.
Dewan Pakar Partai Golkar merekomendasikan kepada pengurus DPP Partai Golkar untuk menyelenggarakan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) pada 15-17 Desember 2017. Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono mengatakan rekomendasi itu disampaikan seusai menerima aspirasi dari perwakilan pengurus DPD Golkar se-Indonesia.
Rekomendasi Dewan Pakar DPP Golkar untuk segera menyelenggarakan rapat pleno pada Senin (11/12/2017) pembahasan munaslub. Jika DPP Partai Golkar tidak menyanggupi munaslub pada 15-17 Desember, Agung menegaskan munaslub harus dilakukan sebelum 20 Desember.
Dengan alasan untuk memudahkan peserta dari daerah untuk datang ke arena munaslub dan tidak berbenturan dengan agenda liburan.
“Ada agendanya tunggal hanya memilih ketua umum. Agenda yang lain mungkin dipercayakan ke DPP karena ada juga yang lebih penting soal Ketua DPR, pilkada, semua banyak dan berhubungan dengan negara,” tandasnya.
Ketua Koordinator Forum Komunikasi DPD Golkar Ridwan Bae menambahkan munaslub bukan bermaksud untuk meninggalkan Setya Novanto di saat Ketua DPR RI itu terbelit kasus korupsi KTP-E. “Tujuannya jelas untuk penyelamatan partai,” ujarnya.
Pelaksanaan rapat pleno untuk menentukan jadwal munaslub, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Ace Hasan Syadzily mengungkapkan hal itu bergantung pada undangan yang disampaikan Plt Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham. “Namun, saya kira Senin (11/12) kelihatannya, ya, pleno,” katanya.
Semenatara itu, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terus memproses dugaan kasus pelanggaran sumpah jabatan dan kode etik Setya Novanto selalu Ketua DPR. Wakil Ketua MKD DPR RI Sarifuddin Sudding menargetkan sebelum masa reses DPR RI pada 13 Desember 2017 pihaknya sudah bisa menghasilkan kesimpulan.
Sekretaris Jenderal Partai Hanura itu enggan menjawab rinci apakah berdasarkan hasil pemeriksaan saksi maupun Novanto sendiri sejauh ini sudah ada kecenderungan ditemukan pelanggaran etik.
“Masa hasil pemeriksan kita sampaikan. Akan tetapi, saya kira dengan beberapa keterangan yang sudah kita (MKD) dapatkan, saya kira salah satunya adanya, ya, paling tidak ada beberapa hal yang menurut saya dilakukan pendalaman pelanggaran etik,” tandasnya.[Mus]