POLITICS

Formappi Menilai Kinerja DPR RI Suram dan Minim Produktivitas

Jumat, 22 Desember 2017

Indonesiaplus.id – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai kinerja DPR RI sepanjang 2017 suram.

Pasalnya, target legislasi atau rancangan UU yang masuk prolegnas prioritas oleh parlemen tidak seluruhnya beres, bahkan menuai gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pengajuan anggaran menyangkut kebutuhan DPR RI pun dianggap berlebihan.

Dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (KTP-el) yang menyeret Ketua DPR RI nonaktif Setya Novanto di pengujung 2017 dianggap melengkapi potret suram lembaga parlemen.

Juga, ditambah dengan sistem pengawasan dan kelembagaan parlemen cenderung tidak berjalan optimal lantaran banyak dari kalangan legislatif yang dijerat atas kasus dugaan korupsi oleh KPK.

“Tahin Ini merupakan kegelapan bagi parlemen,” ujar Direktur Formappi Sebastian Salang di Jakarta, Kamis (21/12/2017).

Formappi merilis data akhir tahun, bahwa sedikitnya DPR RI menetapkan 52 rancangan undang-undang (RUU) tahun ini, tetapi tidak semua tuntas. Kualitas RUU yang dihasilkan parlemen juga dinilai kerap bertolak belakang sehingga berujung uji materi ke MK oleh sejumlah kalangan. Pengajuan anggaran pembangunan gedung DPR RI pun menuai sorotan karena dianggap tidak logis.

“Pada awalnya DPR RI mengajukan sekitar Rp 7,2 triliun, kemudian dikurangi jadi Rp 5,7 triliun dalam R-APBN 2017. Nominal itu mengalami peningkatan Rp 1 triliun dibanding APBN-P 2017 sebesat Rp 4,7 triliun, ” ucapnya.

Sedangkan pertanggungjawaban APBN 2016 yang disetujui DPR RI tanpa catatan apa pun. Padahal, Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyampaikan beberapa temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), salah satunya menyangkut ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan (empat tahunan).

Realisasi pendapatan negara dalam TA 2016 pun hanya tercapai sebesar 87,1 persen. “DPR RI tidak memasukkan catatan Banggar dalam pemberian persetujuan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2016. Kami berharap, Ketua DPR RI kelak tidak cacat hukum serta memiliki integritas tinggi dan sanggup mengelola komunikasi yang baik kepada masyarakat,” tandasnya.

Sementara itu, peneliti Formappi Albert Purwa mengatakan bahwa pembentukan panitia kerja (panja) oleh DPR RI tidak efektif dalam pelaksanaannya. Hasil kerja panja hanya beberapa yang diketahui.

“Jelas ini merupakan pemborosan keuangan negara mengingat setiap panja melakukan kunjungan kerja dengan biaya yang cukup mahal. Hanya 15 panja yang kerjanya terlihat,” tukas Albert.

Skandal korupsi KTP-el yang menjerat pucuk pimpinan DPR RI Setya Novanto kian membuktikan, lembaga parlemen di bawah kepemimpinannya cacat dan tidak profesional.

Peneliti Formappi lainnya I Made Leo Wiratma menilai, kehadiran anggota DPR RI dalam sidang paripurna juga kerap menjadi sorotan setiap tahun karena banyak yang absen.

Dalam beberapa kesempatan, Setya Novanto pernah mengatakan, kinerja DPR RI di bawah naungannya, terutama dalam bidang (legislasi) cukup baik. Selama masa sidang 2016-2017, setidaknya ada 17 RUU disahkan menjadi UU. Jumlah itu diklaim Novanto meningkat dibanding tahun sidang sebelumnya, hanya menyelesaikan 16 RUU.[Mus]

Related Articles

Back to top button