HUMANITIES

Merayakan Ibu Bangsa, Sebuah Renungan Kesadaran

Jumat, 23 Desember 2016

Indonesiaplus.id – Jika waktu bisa diputar lagi ke belakang, 88 tahun lalu, pada 22 – 25 Desember 1928 menjadi sebuah peristiwa sangat bersejarah bagi perjuangan bangsa dan negara Indonesia.

Tidak kurang 30 organisasi perempuan hadir dalam Kongres Perempuan Pertama di Gedung Joyodipuran, Yogyakarta. Mereka datang dari berbagai latar belakang yang berbeda. Ya, berbeda dari suku, agama budaya, bahasa dan tradisi.

Tapi semua perbedaan itu bukan halangan, melainkan kekuatan untuk sebuah bertekad yang bulat mengambil peran penting dalam upaya memikirkan nasib bangsa dan kaumnya.

Isu-isu yang dibahas tak tanggung-tanggung, mulai dari upaya pemberatasan buta huruf, kemiskinan dan kesehatan ibu melahirkan hingga kawin paksa. Jadi, sekali lagi bukan satu-satunya tuntutan kesetaraan jender.

Kini, Indonesia menjadi bagian dari warga dunia. Sudah seharusnya memberikan makna dan nilai kepada perempuan seperti gelora semangat 88 tahun yang lalu. Juga, agar generasi penerus bangsa selalu mengidolakan perjuangan dan menjadikan semangat dalam mengisi kemerdekaan Indonesia.

Kongres perempuan pertama, merupakan bukti nyata bahwa perempuan menjadi bagian aktif dari gelombang revolusi nasional. Mereka sukses menempatkan semangat perempuan dalam “frame” kebangsaan, kebhinnekaan dan Ke-Indonesiaan yang kemudian setelah Indonesia merdeka dikuatkan dalam Pancasila.

Dengan segala peran, andil dan pengorbanan dari para perempuan itu, sudah sepantasnya diberikan penghargaan dengan menyandang gelar sebagai ibu bangsa. Ibu bangsa yang tidak hanya melahirkan generasi penerus, melainkan yang akan selalu merawat nilai-nilai dan budaya bangsa juah ke masa depan.

Tidak lupa sambil mengutip gelora semangat perempaun yang dituliskan Siti Soendari, 1929. “Di tengah bunga yang berwarna-warni, dan dalam alam yang indah permai, berdirilah kita kaum perempuan sebagai ibu bangsa Indonesia.”[Hmd]

 

 

Related Articles

Back to top button