HEALTH

Ilmuwan Inggris Temukan Metode Deteksi TB Tercepat di Dunia

Jumat, 31 Maret 2017

Indonesiaplus.id – Terobosan baru berhasil dibuat para ilmuwan Inggris dalam diagnosis tuberkulosis (TB) yang biasanya memakan waktu berbulan-bulan. Tim peneliti dari Oxford dan Birmingham University mengklaim bisa mengisolasi strain bakteri pemicu TB menggunakan metode yang disebut ‘genome sequencing’.

Metode tersebut, kata peneliti, memudahkan mereka membedakan strain dari Mycobacterium tuberculosis yang selama ini menjadi pemicu utama dari TB. Pasien dapat didiagnosis lebih cepat, yaitu hanya dalam hitungan hari saja, bahkan kurang dari sepekan. Di seluruh penjuru dunia, ini adalah untuk pertama kalinya.

Namun, jika diagnosisnya bisa dipercepat, artinya pasien bisa mendapatkan pengobatan yang tepat, yang berarti memiliki peluang kesembuhan yang semakin tinggi.

Lantaran risiko persebaran infeksi semakin buruk juga akan menurun. “Kami dapat memberikan informasi spesies dari bakteri TB-nya lalu menentukan obat mana yang resisten terhadap strain TB tersebut,” ujar Dr Grace Smith, salah satu peneliti dan juga ahli mikrobiologi.

Secretary of State for Health, Jeremy Hunt menyambut gembira terobosan ini dan meyakini bahwa ini bisa menyelamatkan banyak nyawa. Terobosan ini sendiri dikembangkan ketika para pakar mencoba mengantisipasi adanya strain TB yang resisten terhadap obat-obatan yang ada dan menyulitkan upaya dunia kesehatan untuk memusnahkan penyakit ini.

Di Inggris sendiri, kasus TB-nya merupakan yang terbanyak di Eropa. “Ini berarti kita semakin dekat dengan tujuan kita selama ini, yaitu memusnahkan TB dari penjuru negeri,” katanya.

Hasil sebuah riset, satu dari lima kasus TB global dinyatakan resisten atau kebal terhadap sedikitnya satu pengobatan utama dari TB.

Sementara Indonesia berada pada peringkat dua dunia dalam jumlah pengidap tuberkulosis terbanyak. Menurut pakar, salah satu penyebabnya adalah masih tingginya pasien yang tidak menyelesaikan pengobatan alias drop-out (DO).

“Kumannya dari zaman dulu, obatnya sudah ada, gratis lagi ada JKN. Tapi kenapa masih tinggi? Ya karena tadi masih ada stigma, putus berobat, kurang informasi makanya penyakitnya masih ada sampai sekarang,” tutur dr Erlina Burhan, SpP(K) dari RS Persahabatan beberapa waktu lalu.

Ada tiga kerugian pasien TB yang tidak tuntas berobat. Pertama, pasien mengalami penurunan kualitas hidup, termasuk gejala penyakit yang makin memburuk sehingga memicu kematian.

Kedua, pasien menjadi sarana penularan penyakit, dan ketiga, pasien berisiko mengalami MDR-TB atau jenis penyakit TB yang lebih parah dan lebih susah diobati.[Mas]

 

 

 

Related Articles

Back to top button