ECONOMY

Harga Jengkol Tembus Rp 100 Ribu Ikut Pengaruhi Inflasi

Jumat, 2 Juni 2017

Indonesiaplus.id – Menjelang puasa harga jual jengkol melejit hingga tembus Rp 100 ribu per kilogram (kg) sebagai dampak kelangkaan pasokan. Kenaikan harga jengkol ikut menyumbang laju inflasi pada Mei sebesar 0,01 persen atau relatif kecil karena konsumsi terbatas.

“Pada jengkol ada sumbangan inflasi, cuma 0,01 persen. Harga jengkol naik sebelum puasa, tapi bobot kecil karena yang mengonsumsi tidak semua masyarakat. Makanan enak, tapi kadang pada jaim,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto di Jakarta, Jumat (2/6/2017).

Baru saja BPS mengumumkan inflasi Mei 2017 sebesar inflasi 0,39 persen di Mei 2017. Tertinggi disumbang kelompok pengeluaran bahan makanan. Inflasi bahan makanan mencapai 0,86 persen dengan andil ke inflasi 0,17 persen.

Salah satu faktor pendorongnya antara lain kenaikan harga komoditas pangan, seperti bawang putih berkontribusi 0,08 persen ke inflasi Mei, telur ayam ras 0,05 persen, dan daging ayam ras 0,04 persen.

Menurut Direktur Perbenihan Hortikultura Kementerian Pertanian, Sukarman, bahwa kenaikan harga jengkol hingga Rp 100 ribu per kg ini disebabkan tanaman jengkol bersifat musiman yang hanya panen setahun sekali.

“Tidak lagi musim jengkol, jadinya berpengaruh ke harga. Dulu kan juga pernah tuh harganya sampai Rp 100 ribu per kilo. Ya karena begini juga,” ujarnya.

Jengkol, kata Sukarman, merupakan tanaman yang tidak dikembangkan secara komersial. Sehingga hanya ditanam di pekarangan rumah warga, tapi tidak dibudidayakan atau digarap petani di lahan pertanian yang luas, seperti cabai, beras, dan bahan pangan lainnya.

“Jengkol merupakan tanaman yang ada di pekarangan. Sehingga memang tidak ada program pengembangan jengkol,” katanya.

Selain itu, tanaman jengkol berbuah hanya setahun sekali. Saat ini, bukan musim jengkol sehingga pasokan semakin menipis dan terjadi kelangkaan di beberapa daerah. “Itu kan setahun sekali panennya. Sekarang lagi tidak ada, panen lagi nanti kalau bulan Oktober atau November atau Desember, sama seperti durian, petai, dan lainnya,” jelasnya.

Namun demikian, jengkol bukanlah kebutuhan pokok masyarakat meskipun permintaan selalu ada. Oleh karenanya, pemerintah tidak melakukan intervensi ketika harga cabai melejit.

“Kalau ada benih jengkol, kita berikan ke masyarakat, tapi kan tidak banyak. Lagipula masyarakat makan jengkol tidak terlalu banyak, nanti jengkolit lagi alias sembelit jengkol,” candanya.[Sal]

Related Articles

Back to top button