Pertahankan OTT Global, DPR Minta Kominfo Tidak Mau Ditakut-takuti
Indonesiaplus.id – Soal kewajiban Over The Top (OTT) asing, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) minta pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi, untuk mempertahankannya.
Layanan OTT adalah konten baik itu data, informasi atau multimedia dalam jaringan internet. Sifatnya beroperasi dalam jaringan internet yang dimiliki oleh operator telekomunikasi.
Bagi DPR melalui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) sebagai turunan UU Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja Sektor Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran, persoalan OTT tetap harus ada.
“Jadi, kami mendorong Menkominfo berani tetap pada pendiriannya OTT global itu wajib bekerja sama dengan penyelenggara telekomunikasi Indonesia. Jangan mau ditakut-takuti OTT asing dengan berbagai alasan, ini adalah kedaulatan kita untuk mengaturnya,” tandas Dr Evita Nursanty, MSc, mantan anggota Komisi I DPR RI yang kini duduk di Komisi VI, Selasa (2/2/2021).
Maksud dari kedaulatan sangat besar, kata Evita, jika OTT tetap dipertahankan yakni kedaulatan informasi, keamanan data pribadi, kedaulatan menjaga pertahanan negara, maupun ekonomi nasional.
Dengan adanya OTT ini, negara telah berpihak pada operator nasional. Kendali juga masih bisa dilakukan Indonesia.
Ketidak tegasan dalam urusan ini dengan membiarkan OTT asing bermain sendiri akan memunculkan kerawanan di berbagai bidang.
“Saya concern dengan informsi dan keamanan data pribadi, serta khawatir merebaknya konten tidak bertanggung jawab dan segala bentuk kriminal lainnya yang bisa membahayakan bangsa ini. Ingat siapa yang menguasai informasi adalah pemenang di era digital ini. Itu sebabnya harus dikontrol, jangan kebablasan,” tandasnya.
Terkait aturan OTT bagi asing tetap harus tegas. Sehingga, jangan sampai dibuat lentur sebab OTT global bisa memainkan isu seperti pembatasan inovasi hingga menghalangi investasi dengan tujuan agar bisa lepas dari aturan ini.
“Jangan ada opsi lain selain opsi ’wajib’ bekerja sama bukan ’dapat’ bekerja sama yang sifatnya karet, ” katanya.
Perusahaan asing bisa menikmati benefit dari Indonesia dan wajar kalau pemerintah mendapat benefit yang lebih dari OTT global, ada equal playing field dalam hal kontribusi ke pendapatan kas negara dalam bentuk pajak, retribusi, dan lainnya.
“Masak usaha kecil kita saja bayar retribusi bayar pajak, masa mereka nggak?” tandas politisi PDI Perjuangan ini.
Tidak boleh terjadi OTT memegang kendali penuh atas platform dan infrastruktur digital. Di masa pandemi ini OTT global seperti google, youtube, whatsapp dan lainnya mengalami pelonjakan. Sementara entitas bisnis lainnya anjlok.
Sudah sewajarnya Negara, kata Evita, dan pemerintah mempertanyakan dimana kontribusi OTT global tersebut. Ia juga mempersoalkan hal itu, di tengah sektor usaha lainnya jatuh dan lesu.
Pada saat banyak dunia usaha rontok dan menghadapi kesulitan besar karena tekanan pandemi ini, mereka malah makin berkembang. Ke depan harus melihat OTT ini semakin berkembang karena semua semakin tergantung pada teknologi komunikasi dan informatika.
“Jadi, itulah kita butuh ketegasan. Sekali lagi jika OTT ini tidak diatur maka potensi kerugian bagi pelaku usaha seperti operator telekomunikasi dan negara akan terus membesar,” tandasnya.
Jika selama ini operator di dalam negeri merasa tidak adil atas layanan yang seharusnya mereka dilibatkan dan mendapat keuntungan, tapi kenyataannya tidak memperoleh apa-apa maka pemerintah harus mendorong keadilan dan transparansi.
“Memang kasihan kalau industri telekomunikasi nasional bangkrut dan potensi anak-anak bangsa berjuang untuk membangun OTT lokal menjadi terhalangi karena semua sudah dikuasai oleh OTT asing,” pungkasnya.[had]