Parpol Koalisi Pemerintah Menutup Pintu Bagi Pendatang Baru

Rabu, 8 Agustus 2018
Indonesiaplus.id – Partai politik (parpol) koalisi pemerintah tidak memberi ruang bagi pendatang baru, menyusul kemungkinan PAN bergabung mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden (capres) pada Pemilu 2019.
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, bahwa partai pengusung (patahana), bahkan sudah memantapkan strategi pemenangan menuju pesta demokrasi nasional tahun depan.
“Koalisi Joko Widodo dalam tahap pematangan visi dan misi, sulit menerima anggota baru. Kami juga sudah menggali informasi dan menerima masukan dari berbagai tokoh nasional,” ujar Hasto di Jakarta, Selasa (7/8/2018).
Petinggi parpol koalisi telah menyusun kerangka kesuksesan pilpres yang terdiri atas 10 direktorat, termasuk mempersiapkan juru bicara 225 orang.
Para sekjen datangi Kantor KPU Jakarta untuk menggali informasi terkait teknis pendaftaran capres-cawapres, kendati mereka mengaku belum memiliki pendamping Joko Widodo (definitif). “Kami semua sudah menyiapkan proses tahapan,” katanya.
Sekjen Partai NasDem Johnny G Plate berpendapat, politik dinamis sehingga tak tertutup kemungkinan parpol lain minat merapat ke barisan koalisi Joko Widodo jelang penutupan pendaftaran capres-cawapres 10 Agustus 2018.
Namun, jika ada partai lain di luar PDI-P, Golkar, PPP, NasDem, PKB, dan Hanura yang ingin bergabung, tentu harus mengikuti aturan yang sudah dibuat parpol koalisi Joko Widodo.
“Kami tidak bisa asal merombak tim pemenangan. Tidak mungkin (parpol) yang baru masuk mengubah banyak hal, sementara kami sudah menyusun visi dan misi,” ucapnya.
Sementara itu, Sekjen PKB Abdul Kadir Karding partainya bersama Ketua Umum Muhaimin Iskandar selalu solid dengan Joko Widodo (pemerintah). PKB, terbuka jika ada parpol lain yang ingin bergabung koalisi, meski harus dirundingkan terlebih dulu dengan para elite partai.
Menyangkut cawapres Joko Widodo, Kadir mengaku belum ada. PKB pun terus memperjuangkan Muhaimin Iskandar. “Kemungkinan bertambahnya koalisi, kami terbuka untuk berkomunikasi,” kata Karding.
Sedangakan di kubu oposisi, parpol pendukung capres Prabowo Subianto belum satu suara, menyusul bergabungnya Partai Demokrat. PKS dan PAN merasa cemburu sosial Gerindra lebih memperhitungkan porsi tawar partai besutan Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lewat pengajuan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) untuk disandingkan dengan Prabowo sebagai cawapres pada Pilpres 2019.
Meski PKS sudah mereda, PAN tetap bersikukuh merasa dianaktirikan karena kadernya Ketua Umum Zulkifli Hasan tidak diberi peluang maju sebagai cawapres. Kondisi ini membuat PAN mempertimbangkan pindah haluan atau keluar sebagai parpol pendukung Prabowo Subianto di pilpres mendatang dan merapat ke Joko Widodo bersama barisan koalisi pemerintah.
Wasekjen PAN Faldo Maldini mengakui partainya masih menimbang arah koalisi. PAN tak sepakat, koalisi oposisi menggadang kader PKS Salim Asegaf dan Ustadz Somad sebagai calon pendamping Prabowo, ketimbang Zulkifli Hasan.
Menurut Faldo, Indonesia harus mendapatkan pemimpin terbaik di masa yang akan datang. “Ini sedang kami perhitungkan,” tandasnya.[Mus]