Fadli Zon: Di Dunia Tak Ada Negara Pakai PT Lebih dari 10 Persen
Jumat, 21 Juli 2017
Indonesiaplus.id – Dalam pengambilan keputusan ada empat fraksi yang memutuskan tidak ikut, salah satunya Gerindra dengan alasan sebagai realitas demokrasi Indonesia.
“Hal ini saya kira realitas demokrasi kita. Ada perbedaan pendapat, ada perbedaan sikap dan pandangan itu satu hal yang biasa. Tetapi pada hal-hal yang banyak sudah dicapai oleh Pansus, lebih dari 500 pasal yang telah dicapai. Hanya tinggal dua saja, tapi yang dua itu sangat substansial, yaitu presidential threshold dan metode konversi suara,” ujar Wakil Ketua Umum Gerindra Fadli Zon usai walk out di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (21/7/2017).
Gerindra menolak menjadi bagian dari pengambilan keputusan karena menganggap presidential threshold melanggar konstitusi. Itu karena sudah dipakai pada Pemilihan Presiden 2014.
“Kami bersama empat fraksi, yaitu PKS, Gerindra, Demokrat, dan PAN menolak ikut menjadi bagian dari pengambilan keputusan terkait PT. Karena kami menganggap pelanggaran terhadap konstitusi kita, dan juga pelanggaran terhadap nalar karena PT yang dipakai yang sudah dipakai pada Pilpres 2014,” katanya.
Partai Gerindra akan melakukan langkah-langkah hukum, termasuk uji terhadap RUU Pemilu di MK. “Tentu langkah-langkah hukum akan ditempuh, termasuk melakukan langkah uji terhadap RUU ini di MK. Kita kan justru mengacu pada keputusan konstitusi sendiri,” ucapnya.
“Keputusan itu jelas mengatakan pemilu itu serentak dan keserentakan itu, menurut para ketua konstitusi, baik Pak Hamdan Zoelva dan Pak Mahfud MD sebagai mantan Ketua MK, kami mendengar pandangan-pandangan mereka dengan demikian tidak ada lagi PT,” katanya.
Keputusan RUU Pemilu malam ini adalah hasil yang dipaksakan oleh pemerintah. Di negara lain tidak ada yang memakai presidential threshold lebih dari 10 persen.
“Biar rakyat melihat sekarang ini ada satu proses yang dipaksakan oleh pemerintah dengan PT 20 persen. Tidak ada satu negara pun di dunia ini, bisa dicek yang memakai PT sampai 20 persen, pada umumnya di bawah 10 persen dan itu pun memakai pemilu yang tidak serentak. Apalagi memakai apa yang telah dipakai tahun 2014, tidak masuk akal,” tandasnya.
Pihaknya memastikan akan melakukan judicial review. Sebab, sudah cukup banyak juga pihak yang akan melakukan hal yang sama. “Ya, tentu kita akan lakukan langkah-langkah yang tersedia, termasuk JR. Saya kira sudah cukup banyak juga pihak yang melakukan hal yang sama,” pungkasnya.[Mus]