45 Profesor Kelas Dunia Berikan Bimbingan Bagi Ratusan Penelliti
Senin, 19 Desember 2016
Indonesiaplus.id – Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Pendidikan Tinggi, Kemenristekdikti RI, Ali Ghufron Mukti mengatakan, 45 profesor dan doktor asal Indonesia yang telah mendunia akan tinggal di Indonesia selama sepekan.
Mereka telah menerbitkan ratusan publikasi internasional yang datang memenuhi undangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi untuk memberikan bimbingan kepada ratusan peneliti dari 55 universitas dan perguruan tinggi nasional.
“Program diaspora sangat penting, sebab mereka akan berkolaborasi, berbagi pandangan dan pengalaman dengan para doktor dan mahasiswa S3 dalam pengembangan penelitian. Tidak menutup kemungkinan, para profesor ini tertarik untuk kembali pulang dan menetap di Indonesia,” ujar Ali dalam sesi ramah tamah bertema “Ngopi Sore Bersama Profesor Diaspora”, di FX Senayan, Jakarta, Minggu (18/12/2016).
Dalam sesi diskusi tersebut, para profesor diaspora memberikan beragam pandangan dan masukan untuk perbaikan kualitas pendidikan tinggi nasional. Misalnya, Profesor Deden Rukmana, yang menegaskan saat ini banyak sekali profesor Indonesia yang mengajar di berbagai universitas di Amerika Serikat, mereka ingin pulang dan mengabdi di tanah air.
“Tapi ada mekanisme yang harus disinergiskan dengan pemerintah. Seperti rencana jangka panjang kurikulum pendidikan tinggi. Terkadang, keahlian yang kami miliki dan berguna di luar negeri justru susah diterapkan di Indonesia,” ujar ahli tata kota dan transportasi massal asal Bandung ini.
Sementara itu ahli pesawat dan penerbangan Dwi Hartanto, mengatakan, bahwa pasca PT Dirgantara Indonesia bangkrut, banyak penelitinya yang kini bekerja di Airbus dan Boeing.
“Sebagian besar dari mereka menempati posisi strategis, bahkan ada yang di top level. Amerika dan Prancis mendapat durian runtuh dari Indonesia,” beber Dwi, yang kini menjadi peneliti di Belanda dan sudah menetap sekitar 15 tahun.
Selain itu, para profesor lain juga hadir para ahli farmasi, perminyakan, dan komunikasi sosial. “Jakarta ini satu-satunya kota besar di dunia yang belum memiliki MRT. Dan ini sangat unik karena Indonesia memiliki banyak sekali ahli transportasi massal,” tandas Deden.
Dijadwalkan para profesor diaspora, akan mengunjungi ITB, UNS, ITS, Undana. Program diaspora merupakan langkah awal dari rencana Kemenristekdikti untuk mengundang 500 profesor kelas dunia yang akan membimbing para peneliti nasional agar produktif dalam membuat publikasi internasional.[Mus]