HUMANITIES

Detik-detik Menegangkan, Evakuasi 70 Anak Saat Gempa Palu

Selasa, 30 Oktober 2018

Indonesiaplus.id – Waktu menunjukkan untuk salat magrib, saat bumi berguncang hebat hingga mengeluarkan suara ‘krek’. Para pegawai berhamburan keluar ruangan. Gelap, komunikasi mati total dan rasa takut mengantui warga.

“Panik dan rasa takut saat diguncang gempa hebat, menjadikan semua pegawai berhambura keluar ruangan, ” ujar Aladin, Kepala Panti Sosial Bina Grahita Nipotowe yang kini berubah menjadi Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual (BRSPDI) di Jalan Guru Tua, Kalukubula, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Selasa (30/10/2018).

Dalam kondisi panik, kata Aladin, tidak lupa ia membawa segenap warga panti 70 anak ke lapangan yang berada persis di depan panti. Juga, turut berkumpul dari keluarga para pegawai serta warga sekitar.

“Benar-benar situasi sangat mencekam dan menakutkan. Ada 70 anak panti ditambah 100an keluarga pengawai dan warga sekitar. Jadi, total 170 pengungsi yang mengungsi di lapangan panti tersebut, ” katanya.

Para pengungsi pun melantunkan dengan khusuk doa-doa, zikir dan harap-harap cemas dengan situasi yang terjadi. Sebab, tak semua anggota keluarga mengungsi di satu lokasi, terkadang tercerai berai.

“Guncangan yang luar biasa menjadikan pengungsi berdoa dan berzikir serta tidur di lapangan, juga ada dari PSDW sempat numpang mengungsi semalaman, ” kenang Aladin, sambil berkaca-kaca tentang kejadian sebulan lalu itu.

Besoknya baru dipasang tenda agar terlindung dari terik panas matahari dan dinginnya malam. Tapi, masalah baru muncul yaitu tidak ada bahan bakar minyak (bbm), listrik mati total, serta mendesak kebutuhan logistik.

“Saking tidak adanya stok bbm, kami pun menyedot bbm yang ada di mobil untuk menjalankan sepeda motor dan diesel genset, ” urainya.

Kondisi mencekam sedikit berangsur mencair seiring kedatangan 111 orang relawan yang datang silih berganti dari Makassar dan daerah – daerah yang berdekatan lokasinya dengan Kota Palu.

“Hari-hari masih gelap dengan mengandalkan genset, 70 anak panti sudah bisa mengedurkan rasa takut dengan hiburan, kegiatan keagamaan serta menonton tv bareng, ” katanya.

Pasca sebulan gempa berlalu, perlahan warga panti berangsur kembali pada kehidupan seperti sedia kala. Namun, trauma belum hilang sepenuhnya terutama saat gempa-gempa kecil datang menjadikan belum ada yang berani untuk berkantor di lantai dua.[mor]

 

Related Articles

Back to top button