HEALTH

Kenali 8 Masalah Pemicu Perceraian, Dimana Posisi Anda?

Jumat, 23 Juni 2017

Indonesiaplus.id – Dari tahun ke tahun, kasus perceraian terus mengalami peningkatan dengan beragama pemicunya. Setiap hari pengacara menerima keluhan dari masalah pernikahan tersebut.

Setidaknya ada delapan pemicu masalah pernikahan yang paling umum dari seluruh penjuru dunia menurut para pengacara perceraian yang dilansir huffingtonpost.com.

1. Pasangan jarang merawat anak-anak
Seorang pengacara di San Diego, California yaitu Puja A. Sachdev pernah menangani kasus pasangan bercerai, karena masalah jarangnya merawat anak. Puja sering mendengar keluh kesah pasangan yang menceritakan suami atau istri mereka sudah tidak lagi merasa memiliki atau mengenali pasangan mereka seutuhnya. Rasa itu terutama bila menyangkut tanggung jawab untuk merawat anak-anak.

Kapan pun seseorang merasa pasangannya sudah tak sama seperti dulu lagi, maka di situlah terciptanya rasa kebencian. Bila sudah melibatkan anak, maka hal itu menjadi jauh lebih rumit. Sehingga pengajuan cerai adalah jalan satu-satunya yang dipercayai untuk mengakhiri bahtera rumah tangga tersebut.

2. Tidak pernah membicarakan masalah dalam pernikahan
Karen Covy, seorang pengacara dan konsultan perceraian asal Chicago, Illinois menangani kasus perceraian pasangan yang tidak pernah mencoba untuk membicarakan masalah dalam pernikahan. Awal mula pemicu perceraian dalam pernikahan karena tiap pasangan tidak pernah mengutarakan apa yang mereka rasakah terhadap satu sama lainnya.

Mereka tidak pernah mencoba untuk membicarakan maupun menyelesaikan masalah yang terjadi. Akhirnya pada titik tertentu, mereka akan berdebat satu sama lainnya. Mereka sudah tak bisa lagi menahan rasa kekecewaan di hati karena masalah yang datang silih berganti.

3. Keintiman serta kehidupan seks yang gagal
Sebuah hubungan yang dibangun di setiap pasangan menginginkan adanya keintiman dalam hal komunikasi. Pondasi dari setiap hubungan yang dijalani ialah adanya komunikasi yang baik. Tanpa adanya komunikasi yang baik antara satu sama lain, maka hubungan yang dijalani tentunya tidak akan berjalan mulus.

Pengacara di Los Angeles, California yaitu Lisa Helfend Meyer mengungkapkan bila tidak ada komunikasi yang baik, tentu akan merusak beragam aspek dalam hubungan tersebut. Salah satunya dalam kehidupan seks. Menurut Lisa, kehidupan seks yang baik itu didasari dari komunikasi serta keakraban yang tercipta dengan baik.

4. Sosial media pembawa bencana
Ini penting! Sosial media memang dinilai dapat menjadi salah satu penyebab keretakan bahtera rumah tangga seseorang. Contohnya ialah kasus perceraian yang ditangani salah seorang pengacara New York, Douglas Kepanis. Ia menangani permasalahan pasangan yang kecanduan sosial media.

Awal mula permasalahan tersebut ialah saat pasangan mereka mengklik ‘like’ di salah satu komten yang dipasang (posting) facebook seseorang. Setelah itu, mulai merambah ke obrolan yang sarat akan unsur seksual. Hingga terjadi pertemuan tatap muka langsung yang menyulut pertengkaran antara pasangan tersebut.

Menurut Douglas Kepanis, sosial media merupakan salah satu pemicu retaknya hubungan yang terjalin. Dari sosial medialah seseorang berpotensi melakukan perselingkuhan dengan orang lain.

5. Merasa asing dengan pasangan sendiri
Carla Schiff Donelly, seorang pengacara Pittsburgh, Pennsylvania mengungkapkan dia pernah menangani kasus perceraian klien yang merasa asing pasangan mereka. Pasangan terasa bukan lagi sebagai orang yang mereka nikahi.

Kliennya itu juga menuturkan bahwa mereka merasa hanya sebagai teman sekamar dan tidak lagi merasa sebagai teman hidup. Hal itu dikarenakan kurangnya interaksi dengan pasangan.

6. Pasangan yang egois
Kerap kali pasangan menyudahi pernikahan mereka karena ego masing-masing. Keegoisan memang merupakan sifat umum yang dimiliki setiap orang. Untuk itu, ego setiap orang harus dapat ditepis. Terutama ketika ingin berkomitmen untuk mengikat jalinan cinta dalam bentuk pernikahan.

Alison Patton, seorang pengacara dan mediasi perceraian asal San Diego pernah menangani kasus perceraian hanya karena masalah ego yang tak bisa diredam oleh pasangan tersebut. Menurut Alison, jika pasangan sudah tak mampu lagi meredam ego masing-masing, maka perceraian merupakan jalan terakhir untuk menyelesaikannya.

7. Memiliki sudut pandang berbeda saat berbicara tentang cinta
Dennis A. Cohen, seorang pengacara dan mediator asal Marina del Rey, California paham betul mengenai kasus perceraian pasangan yang memiliki sudut pandang berbeda ketika berbicara bahasa cinta. Ia pernah menangani kasus dua orang mungkin saling mencintai, tapi tidak merasa dicintai karena mereka memiliki bahasa cinta yang berbeda.

Dennis menuturkan bahasa cinta seseorang terhadap pasangannya ada dengan melakukan hal-hal yang dapat membantu ataupun membelikan hadiah. Bahasa cinta yang lainnya berhubungan dengan sentuhan cinta ataupun memiliki waktu berkualitas bersama. Si penerima tidak benar-benar merasakan cinta dan pemberinya juga merasa tidak dihargai atas cinta yang diberikan.

8. Merasa diterima begitu saja
Saat pacaran mungkin Anda akan sering menerima pujian serta perhatian lebih dari pasangan Anda. Namun, ketika memasuki babak baru dalam kehidupan yaitu menikah, banyak pasangan yang mengeluhkan pasangannya berbeda dari semasa pacaran. Mereka beranggapan semasa pacaran, setiap pasangan selalu melakukan hal-hal romantis untuk membahagiakan satu sama lain.

Ketika menjalani bahtera rumah tangga, hal-hal romantis yang dilakukan semasa pacaran itu mulai menghilang. Menurut seorang pengacara asal Atlantia, Georgia yaitu Randall M. Kessler, banyak pasangan yang berkonsultasi padanya karena mereka sudah merasa tidak bahagia lagi bersama pasangannya. Mereka merasa pasangannya berubah ketika sudah menikah.[Mas]

Related Articles

Back to top button