ECONOMY

Harusnya Sudah Bersiap Sejak Lama, Indonesia Kalah di WTO

Selasa, 7 Agustus 2018

Indonesiaplus.id – Pelanggaran perdagangan internasional dilakukan Indonesia dengan melarang komoditas tertentu masuk ke tanah air.

Sejak 2016, pengajuan sikap Indonesia tersebut telah diajukan ke World Trade Organization (WTO) dan ditetapkan kalah pada 2017.

Menurut Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal, sejak kalah dari WTO pada 2017, Indonesia sempat melakukan banding dan lainnya.

Namun Amerika Serikat (AS) saat ini mengajukan kompensasi kerugian. Sebenarnya ada banyak negara yang menggugat Indonesia di WTO terkait hal itu.

“Tindakan proteksi yang berlebihan tentunya sebuah hal yang tidak sesuai dengan pakem perdagangan internasional,” ujar Faisal, Selasa (7/8/2018).

Kendati pun banyak negara yang tidak bisa melepas adanya ketetapan tarif untuk produk impor. Namun, semua tergantung dari pihak-pihak yang berkepentingan.

AS menilai Indonesia merugikan produk-produknya karena untuk masuk ke pasar Indonesia diperlukan tarif yang tinggi.

Sejak adanya gugatan dua tahun lalu di WTO, Indonesia seharusnya sudah bersiap. Sebab akan ada kemungkinan terburuk Indonesia kalah posisinya jauh lebih lemah dari pengaruh di WTO maupun dari sisi kebijakannya.

Kebijakan pelarangan impor produk hortikultura sangat bertentangan dengan perdagangan internasional.

“Seharusnya Indonesia sudah mulai melakukan persiapan, sudah menurunkan tarifnya, sementara meningkatkan kapasitas petaninya,” ucapnya.

Sikap proteksi yang diambil Indonesia ini dilakukan karena petani yang kurang berdaya saing. Kualitas produk hortikuktura juga masih dianggap kalah dari AS maupun Selandia Baru, sebagai negara penggugat kebijakan Indonesia.

Tentu saja hal itu membuat adanya proteksi guna melindungi petani. Apalagi, nilai tukar petani Indonesia dalam beberapa tahun terakhir terus mengalami penurunan.

Kondisi itu seharusnya dibaca pemerintah sejak beberapa tahun lalu dan mulai melakukan revitalisasi di sektor pertanian.

Saat ini pemerintah sudah melakukan berbagai cara untuk revitalisasi namun masih diperlukan waktu panjang untuk membuat petani tanah air mampu berdaya saing. “Sehingga yang perlu dilakukan pemerintah sekarang adalah negosiasi lagi dengan AS,” tandasnya.

Upaya negosiasi yang dilakukan harus melalui dua level, yakni multilateral di WTO dan secara bilateral dengan AS.[Sal]

Related Articles

Back to top button