Pesta Empat Tahun Proyek Infrastruktur Jokowi Panen Anomali

Rabu, 13 Maret 2019
Indonesiaplus.id – Pesta pembangunan infrastruktur dari pemerintahan Joko Widodo disambut positif banyak pihak. Harus diakui, Indonesia tertinggal dalam ketersediaan infrastruktur dengan negara lain.
Saat ini, terdapat 245 proyek strategis nasional, mulai dari jalan tol, bandara udara, pelabuhan, bendungan, hingga proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt.
Tak tanggung-tanggung, total dana yang dibutuhkan tak tanggung-tanggung telah mencapai Rp4.197 triliun. Dari jumlah tersebut, hanya Rp525 triliun diambil dari APBN.
Apa yang terjadi pasca empat tahun pesta proyek berjalan, anomali mulai muncul. Perekonomian tak tumbuh signifikan, hanya seputaran 5%. Industri manufaktur, yang kerap menjadi kontributor terbesar perekonomian Indonesia, malah melesu.
Sumbangan pembangunan infrastruktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) turun dari 20,25% pada kuartal II-2016 menjadi 19,93% pada kuartal III-2017.
“Target-target pemerintah meleset dan pembangunan 65 bendungan yang digadang-gadang selesai enam atau tujuh saja. Tol laut yang katanya bisa mempermurah biaya logistik, nyatanya malah menguntungkan perusahaan ekspedisi besar. Jalan tol yang katanya untuk logistik justru tarifnya memberatkan angkutan truk,” papar Rusmin Effendy, Ketua Presidium Barisan Pemeriksa Kondisi Proyek (BPKP).
Dengan skema pembiayaan proyek infrastruktur lebih mengandalkan BUMN karya juga membebani keuangan perusahaan-perusahaan konstruksi pelat merah. Total utang BUMN karya melejit dari Rp525 triliun pada 2015 menjadi Rp805 triliun per September 2018.
Tidak sedikit pihak mempertanyakan perencanaan proyek, terutama efeknya terhadap biaya logistik, karena sebagian besar proyek yang dikerjaka justru tak berhubungan dengan moda pengangkutan barang tapi orang. Selain itu, proyek Infrastruktur dinilai tak memiliki perencanaan matang dalam hal kajian ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Alhasil, apa yang terjadi? Bandara Kertajati sepi penumpang. Jalan tol Becakayu dan Trans Jawa tak diminati angkutan barang karena tarif kemahalan. Sejumlah bendungan ternyata tak terkoneksi dengan jaringan irigasi. Beberapa proyek tak sesuai dengan aturan tata ruang. Lalu masalah pembebasan tanah yang tuntas memicu protes warga.
BPKP meminta pemerintah meninjau ulang proyek-proyek yang termasuk ke dalam Proyek Strategis Nasional. Mengingat keterbatasan anggaran, sebaiknya lebih memprioritaskan proyek-proyek yang berdampak langsung terhadap sektor industri manufaktur, seperti jaringan jalan publik untuk angkutan barang dan akses ke infrastruktur utilitas seperti pembangkit listrik dan ladang gas bumi.
Dalam pelaksanannya proyek harus benar-benar menyiapkan kajian awal secara lengkap, termasuk soal skema pembiayaan. Proyek Strategis Nasional bernilai ekonomi sebaiknya dibiayai oleh Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau murni swasta, sehingga tak membebani APBN dan keuangan BUMN.
Namun, yang terpenting pemerintah harus memastikan masyarakat terdampak proyek mendapatkan ganti rugi atas tanah mereka sebelum pengerjaan proyek dimulai.
Pemerintah harus secara seksama mempertimbangkan dampak proyek terhadap kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar lokasi proyek, tidak sebaliknya proyek malah menjauhkan masyarakat, terutama dari golongan menengah ke bawah, dari mata pencaharian dan lingkungan sosial mereka.[sal]