POLITICS

Lantik Kada Tersangka Korupsi, Pengamat: Mencederai Demokrasi

Senin, 2 Juli 2018

Indonesiaplus.id – Pasangan calon kepala daerah (kada) yang terpilih dalam Pilkada 2018 meski berstatus tersangka korupsi tetap akan dilantik Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Menanggapi hal tersebut, pengamat hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai bahwa pelantikan tahanan korupsi bisa mencederai demokrasi dan peradaban manusia.

“Saya kira tidak ada pembenaran apapun secara sosiologis melantik seorang tahanan koruptor,” ujar Abdul Fickar Hadjar di Jakarta, Senin (2/7/2018).

Amanat UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan kepala daerah terpilih yang menjadi tersangka tetap bisa dilantik. Juga, pemberhentian sebagai kepala daerah bisa dilakukan bila status hukum ersangkutan telah telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan.

“Sudah jelas bahwa jika ini tetap dilakukan meskipun kemudian diberhentikan lagi, tetap telah menciderai demokrasi dan peradaban kita sebagai manusia,” katanya.

Ketentuan hukum, kata Fickar, dalam UU Pilkada telah melawan akal sehat, lantaran menyertakan aturan yang memperbolehkan kepala daerah tersangka dapat dilantik.

“Perlu diingat bahwa hukum itu harus logis, juga masuk akal bahkan seharusnya tidak bertentangan dengan kewajaran dan kepantasan,” ucapnya.

Pada posisi itu, sebaiknya Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu untuk membatalkan ketentuan yang membolehkan seorang tersangka dilantik menjadi kepala daerah.

“Pemberantasan korupsi harus zero toleransi, karena itu tidak boleh juga tersangka dilantik menjadi kepala daerah,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menegaskan pihaknya tetap akan melantik kepala daerah yang memenangkan Pilkada Serentak 2018, meskipun yang bersangkutan menyandang status tersangka.

“Calon pilkada tersngaka itu belum mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga tetap akan dilantik sesuai jadwal pelantikan. Posisinya bisa berubah kalau sudah ada ketentuan hukum tetap,” ujar Tjahjo, Jumat (29/6/2018).

Misalnya, calon kepala daerah berurusan dengan KPK unggul di Pilkada Serentak 2018 berdasarkan hasil hitung cepat (quick count). Salah satunya ialah pasangan calon petahana Bupati Tulungagung Syahri Mulyo-Maryoto Bhirowo.

Pasal disangkakan kepada Syahri terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap Rp 1 miliar dari pengusaha terkait proyek infrastruktur peningkatan jalan pada Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung.[Mus]

Related Articles

Back to top button