RI Harus Peduli Rohingya, DPR Minta Pembantai Diseret ke Mahkamah Internasional
Sabtu, 2 September 2017
Indonesiaplus.id – Kondisi di Myanmar semakin memanas. Dimana, ribuan warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Pertempuran terbaru militer Myanmar dengan warga menewaskan ratusan korban jiwa.
Ketua Komisi I DPR, Abdul Kharis Almasyhari, meminta agar pemerintah menginvestigasi pembantaian sistematis atau genosida oleh pemerintah Myanmar terhadap muslim Rohingya sebagaimana diduga oleh PBB.
“Krisis ini aib bagi para tokoh dan negara-negara ASEAN. Saya minta seret semua pembantai muslim Rohingya ke Mahkamah Internasional. Hentikan pembunuhan dan pembantaian keji itu,” ujar Kharis dalam siaran persnya, Jakarta, Sabtu (2/9/2017).
Tragedi memprihatinkan, kata Kharis, agar direspons negara-negara tetangga, termasuk negara-negara ASEAN dan negara-negara mayoritas muslim, jangan sampai seperti sedang melakukan “pingpong maritim” dengan tujuan mencegah para pengungsi mendarat dan didorong ke negara lain.
“Kita apresiasi para nelayan Aceh yang kerap memandu para pengungsi ke pantai. Begitu pula lembaga-lembaga kemanusiaan yang merespons peristiwa ini dengan cepat. Sebagian bahkan sudah terlibat dalam membantu pengungsi Rohingya jauh sebelum peristiwa terakhir ini,” tandasnya.
Gelombang eksodus yang terbaru dimulai sejak Mei 2012, sejak meletusnya konflik di wilayah Rakhine atau Arakan yang menjadikan kelompok minoritas Rohingya sebagai sasaran kekerasan.
Persekusi terhadap orang-orang Rohingya di Myanmar telah dimulai sejak lama. Tahun 1950-an sampai 1960-an, etnis Rohingya diakui sebagai bagian dari Myanmar. Pada 1970-an, pemerintah melakukan berbagai operasi militer dan berbagai mekanisme diskriminatif untuk membatasi mobilitas dan pertumbuhan orang-orang Rohingya.
Namun pada 1982, rezim militer mengeluarkan orang-orang Rohingya dari kategori warga negara. Sejak saat itu, represi yang dilakukan oleh negara semakin keras.
Selain itu, Kharis mempertanyakan kenapa Aung San Suu Kyi, sang peraih Nobel Perdamaian hanya diam. “Apakah dia takut kehilangan banyak suara dalam Pemilihan Umum atau sesungguhnya kelompok ‘pro demokrasi’ Myanmar pun punya kecenderungan rasis?” katanya.
Menurut Kharis, Indonesia perlu mendorong gagasan tentang pendirian sebuah institusi atau mekanisme pendanaan global untuk pengungsi Rohingya. Hal ini harus dibarengi dengan upaya menyelesaikan akar krisis Rohingya ini, yaitu eksklusi dan diskriminasi terhadap orang-orang Rohingya di Myanmar.
Dalam jangka menengah dan panjang, termasuk negara-negara ASEAN seperti Indonesia dan Malaysia, harus memulai upaya diplomasi untuk mengakhiri persekusi terhadap komunitas Rohingya di Myanmar.
“Hentikan segera kejahatan kemanusiaan, apa gunanya ASEAN bersatu kalau tidak mampu melindungi manusia-manusia yang ada di dalamnya?” pungkasnya.[Mus]