Pemuda Muhammadiyah: Pimpinan KPK Tak Bernyali Hadapi Kepolisian

Sabtu, 4 November 2017
Indonesiaplus.id – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai tidak tegas dalam penyidikan kasus kekerasan terhadap Novel Baswedan, sehingga diprediksi tidak bakal tuntas.
Diperparah dengan sikap pimpinan lembaga antirasuah itu yang cenderung tidak berani ketika berhadapan dengan Korps Bhayangkara. Penyidikan untuk menguak siapa pelaku dan dalang insiden kekerasan terhadap penyidik senior KPK itu belum menemukan titik terang, meski prosesnya telah memasuki hari ke-206. Walhasil, Novel pun dibiarkan meradang melihat kasus yang seolah menjadi misteri.
Demikian disampaikan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak di sela-sela diskusi Kasus Novel Setelah 200 Hari, di Menteng, Jakarta, Sabtu (4/11). Penyelesaian kasus itu bisa direalisasikan jika pimpinan KPK tegas dan mau mendorong pembentukan TGPF ke presiden.
“Saat ini, pimpinan KPK kalau berhadapan dengan polisi ada kecenderungan tidak berani. Seharusnya pimpinan KPK sikapnya terang dan menyatakan ke Presiden kalau situasi tidak normal,” katanya.
Semangat memburu koruptor sejatinya bisa diperlihatkan para komisioner KPK dengan komitmen melakukan pelbagai upaya untuk menuntaskan kasus Novel. Musibah yang menimpa Novel dianggap sebagai persekongkolan sempurna yang harus diungkap ke publik.
Muhammad Isnur, menambahkan bahwa membiarkan kasus semakin berlarut sama saja menghilangkan barang bukti. Oleh karena itu, diperlukan sebuah terobosan berupa pembentukan TGPF yang sekaligus dapat membantu tugas kepolisian dalam mengurai perkara.
Rencana Presiden Joko Widodo memanggil Kapolri Jenderal Tito Karnavian untuk kali ketiga juga harus dibarengi dengan ukuran yang jelas, seperti pro antikorupsi atau memperkuat lembaga pemberantasan korupsi. “Jangan nanti malah Tito kembali dipanggil-panggil lagi. Mau sampai kapan Tito dipanggil? Presiden harus kasih target kepada Kapolri.”
Senada disampaikan mantan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim. Ia memandang sulitnya Novel kooperatif karena ada rasa ketidakpercayaan kepada pihak kepolisian. Banyak problem yang melatari persoalan itu sehingga kerja sama pun urung terlaksana.
“Penyidikan sudah berjalan tapi tetap saja masih ada keluhan masyarakat soal lamanya kasus diungkap. Artinya, sangat penting untuk segera menyatukan serpihan-serpihan yang terpisah menjadi satu kesatuan,” terangnya.
Pendapat berbeda dikatakan Komisioner Kompolnas Poengky Indarti. Menurutnya, kasus teror yang menyasar Novel sangat terencana dan tidak bisa dipatok dengan durasi penyidikan, yakni 100-200 hari kerja harus rampung.
Sebagai contoh, kata Poengky, upaya menguak siapa pembunuh aktivis HAM Munir Said Thalib baru membuahkan hasil setelah 7 bulan penyidikan dengan tersangka pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto.
“Butuh waktu untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Dalam hal ini kami melihat polisi masih on the track. Kompolnas akan selalu mengawasi kinerja kepolisian,” katanya.[Mus]