Komisi VI DPR: Penjualan BUMN Harus Persetujuan DPR
Rabu, 25 Januari 2017
Indonesiaplus.id – Lahirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 telah menabrak Undang-Undang (UU) yang sudah ada sehingga menjadi masalah serius. PP 72 itu harus dibenahi atau dibatalkan.
“Kami telah mengundang pakar dan bersepakat bahwa PP 72 itu melampaui kewenangan yang sudah diatur oleh UU. Hal itu menjadi masalah yang serius,” ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman Natawijana di Jakarta, Selasa (24/1/2017).
Komisi VI DPR berencana memanggil pemerintah pada pekan ini, terkait dengan lahirnya PP Nomor 72 Tahun 2016 yang membuka peluang untuk memperdagangkan BUMN ke pihak swasta bahkan asing tanpa ada persetujuan DPR.
Sebab dikatakan, bahwa Komisi VI akan menyampaikan pandangan aturan yang dikeluarkan pemerintah tersebut melanggar UU yang sudah ada. Sebagai catatan, PP 72 tersebut merupakan revisi dari PP Nomor 44 Tahun 2005.
Dalam PP 72 tersebut, tertulis di Pasal 2A yakni : (1) Penyertaan Modal Negara yang berasal dari kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN atau Perseroan Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d kepada BUMN atau Perseroan Terbatas lain, dilakukan oleh Pemerintah Pusat tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Melalui aturan ini menuai penolakan, sebab dinilai berbahaya. Pasalnya, saham BUMN yang dimiliki negara dapat dilepas maupun dijual ke siapapun tanpa diketahui dan mendapatkan restu oleh DPR.
Azam menandaskan, bahwa apa yang diamanatkan oleh UU terkait dengan kekayaan negara dan BUMN harus dipatuhi. Jikalau ada aturan terbaru yang dikeluarkan menyalahi UU dan aturan lainnya maka tidak sah.
“Jika melampaui UU, PP tersebut tidak sah. Ini akan kita sampaikan ke pemerintah. Kita sudah agendakan pertemuan dengan pemerintah dalam hal ini Menteri BUMN yang diwakilkan oleh Menteri Keuangan pekan ini,” ujarnya.[Mus]