Jimly Asshiddiqie: Perlu Jalan Tengah Soal Presidential Threshold
Rabu, 5 Juli 2017
Indonesiaplus.id – Diperlukan upaya jalan tengah dalam perdebatan soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Pasalnya, jika dipaksakan 0 persen terlalu ekstrem.
“Perlu perubahan dan penyesuaian yang masuk akal, tapi kalau nol persen itu terlalu ekstrem. Maka jalan tengahnya saja 10 persen, ini hanya soal kesepakatan saja,” ujar Mantan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) Jimly Asshiddiqie di Jakarta, kemarin.
Pembahasan tersebut, kata Jimly, sedikit tidak menemukan titik temu dikarenakan adanya kepentingan masing-masing kelompok. Seperti setiap kelompok sudah memiliki pasangan calon (Paslon) yang akan diusung.
“Soal kepentingan kelompok yang sudah membayangkan nanti siapa paslonnya. Jadi sebaiknya hal-hal yang sifatnya bukan kepentingan bangsa dan negara itu nomor dialah,” katanya.
Saat ini, seharusnya bukanlah mempersalahkan presidential threshold, melainkan sistem pemilihan suara terbanyak.
“Dengan sistem suara terbanyak dalam pemilihan serentak, rakyat Indonesia terfokus hanya presiden, sedangkan caleg tidak mendapatkan perhatian. Padahal masing-masing caleg jumlahnya 15 ribu kali dari jumlah parpol dan nanti di lapangan semua main uang, yang menjadi korban penyelenggara,” tandasnya.
Perdebatan terkait presidential threshold belum juga menemui titik temu. Sehingga sebagian kalangan bahkan menilai adanya presidential threshold justru melanggar konstitusi.
Bahkan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo membantah hal tersebut, sebab putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 tidak membatalkan Pasal 9 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Artinya, ketentuan presidential treshold 20 persen kursi atau 25 persen suara masih sah dan berlaku.
“RUU Pemilu tidak menambah dan tidak mengurangi Pasal 9 UU 42 Tahun 2008 yang tidak dibatalkan MK tersebut. Sehingga tidak benar jika dikatakan bertentangan dengan konstitusi,” ucap Tjahjo, Selasa (27/6/2017).
Bagi partai-politik atau gabungan partai politik yang memenuhi syarat, dapat mengusulkan pasangan calon wakil presiden dan wakil presiden sebelum pelaksanaan pemilu.
Pilpres 2019, kata Tjahjo, dilaksanakan serentak dengan pemilihan legislatif. Dengan begitu, pemilu yang diselenggarakan sebelum pemilu 2019 adalah pemilu 2014.
“Maka logika yang diopinikan bahwa ada pendapat terkait kedaluwarsa kondisi politik lima tahun sebelumnya adalah tidak tepat. Memang ada tidak pemilu lain selain Pemilu 2014 yang bisa jadi dasar rujukan presidential threshold,” tandasnya.[Mus]