Bambang: Mendesak Dilakukan Evaluasi Sistem Pendidikan Akpol
Senin, 22 Mei 2017
Indonesiaplus.id – Sistem pendidikan di Akademi Polisi (Akpol) harus diubah. Sebagai salah satu upaya mencegah adanya kekerasan yang berakibat kematian seperti kasus tewasnya Taruna Tingkat II Akpol, Brigdatar Mohammad Adam.
“Kekerasan di Akpol sampai sekarang masih ada, karena sistem pendidikannya yang menganut sistem militer. Sistem militer itu kan cenderung dengan kekerasan, tetapi kalau polisi kan beda,” ujar pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar, Minggu (21/5/2017) malam.
Pendidikan polisi, kata Bambang, seharusnya tidak menggunakan sistem militer. Alasannya, polisi tidak terpisahkan dari kehidupan bermasyarakat. “Pola pengasuhan senioritas dan hierarkis, itu tidak berubah sejak reformasi. Harusnya itu beridiri sama tinggi, duduk sama rendah,” katanya.
Pola disiplin yang digunakan adalah disipin mati. Artinya, taruna menerapkan disiplin dengan dasar takut kepada senior bukan kesadaran dan takut kepada Undang-Undang.
“Disiplin ditekankan adalah disipilin mati. Bukan disiplin hidup yang dia sadar aturan, bukan karena takut dengan senior tetapi takut merusak undang-undang. Karena mereka penegak hukum,” ucapnya.
Selain itu, pengawasan pendidikan di Akpol masih lemah. Sehingga masih ada kesempatan bagi senior memanggil dan memukuli juniornya. Personel aparat kepolisian dengan tarunanya tidak seimbang.
“Mereka bisa curi-curi tarunanya itu, karena tidak ada pengasuh dan pengawas sehingga bisa panggil juniornya. Juniornya hanya bisa siap salah saja, karena tidak diberi kesempatan bicara, lalu adanya main pukul akibatnya ya seperti itu,” ucapnya.
Sistem pendidikan di Akpol harus diubah secara bertahap dan mendasar. Jika tidak hal semacam ini akan terulang kembali dan tidak akan selesai. “Harus diubah secara bertahap dan mendasar. Kalau tidak dapat diubah secara mendasar dan dilakukan secara bertahap maka akan begini terus,” tandasnya.
Pelaku utama akan dibedakan hukumannya. Meskipun pasal yang digunakan juga tentang penganiayaan. “Ada perbedaan (hukuman), setiap tindak pidana itu ada perbedaan, ada pelaku utama dan ada pelaku ikutan. Harus dibedakan, tapi saya berkomentar penghukuman itu tidak menyelesaikan masalah,” katanya.
Tidak hanya menghukum anak-anak tersebut, sebab anak-anak itu memang salah. Melainkan para pembinan dan pengawasnya itu juga keliru ya harus diperiksa dong. “Dia tanggungjawab sebagai dosen dan guru itu juga diberi sanksi, kalau tidak dihukum itu tidak adil,” katanya.[Mus]