HUMANITIES

Sebanyak 797 Merek Sampah Plastik Cemari 3 Pantai Indonesia

Senin, 26 November 2018

Indonesiaplus.id – Tercatat Indonesia sebagai penyumbang sampah ke laut terbesar nomor dua di dunia.

Baru-baru ini, Greenpeace Indonesia menemukan 797 merek sampah plastik di tiga lokasi, yakni Pantai Kuk Cituis (Tangerang), Pantai Pandansari (Yogyakarta), dan Pantai Mertasari (Bali), pada pertengahan September 2018.

“Ada 594 merek makanan dan minuman, 90 merek perawatan tubuh , 86 kebutuhan rumah tangga, 27 lainnya (27),” ujar Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi dalam keterangan tertulis, Senin (26/11/2018).

“Jumlah sampah yang kami kumpulkan dari tiga lokasi tersebut sebanyak 10.594 kemasan,” katanya.

Saat ini, Greenpeace Indonesia menemukan cukup banyak sampah plastik yang tidak lagi terlihat mereknya. Mengindikasikan sampah tersebut sudah lama terbuang dan berada di lingkungan tersebut.

“Berbagai sampah plastik tersebut bisa berasal dari masyarakat sekitar, serta dari tempat yang jauh yang kemudian terbawa arus,” ungkapnya.

Secara global hanya 9% sampah plastik yang didaur ulang dan 12% dibakar. Sebanyak 79% sisanya berakhir di tempat-tempat pembuangan maupun saluran-saluran air seperti sungai yang bermuara ke lautan.

“Merujuk pada UU No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah khususnya Pasal 15, produsen harus bertanggung jawab atas sampah kemasannya, utamanya dengan mengubah model bisnisnya untuk mengurangi dan menghentikan penggunaan kemasan plastik sekali pakai,” tandasnya.

Atha menandaskan bahwa produsen mempunyai tanggung jawab besar untuk menyelesaikan masalah sampah plastik yang mereka ciptakan, sementara pemerintah harus bisa tegas terhadap para produsen seperti yang tertuang dalam UU No 18. Kebijakan pemerintah sejauh ini belum kuat.

“Kehadiran PP No 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut pun belum tegas mendorong produsen untuk mengubah kemasannya menjadi dapat digunakan secara terus-menerus. Pasalnya, beleid tersebut mengutamakan produksi plastik yang mudah terurai dan dapat didaur ulang, dalam arti lain, masih sekali pakai,” ungkapnya.

Jika kebijakan perusahaan dan pemerintah hanya sebatas daur ulang dan menggunakan plastik ramah lingkungan, sambung Atha, “Target Indonesia mengurangi 70% sampah plastik di lautan pada 2025 hanyalah sekadar angan-angan.”

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengimbau pentingnya mengurangi sampah plastik untuk menjaga kebersihan laut.

“Indonesia menjadi penyumbang sampah terbesar nomor dua di dunia ke laut. Tahun 2030 kalau kita tidak kurangi, sampah akan lebih banyak daripada ikan di laut kita. Mau kita makan sampah?” tanya Susi di Senayan, kemarin.

Pihanya menganjurkan masyarakat mulai membawa tas sendiri ketika berbelanja. Ia juga meminta untuk mengurangi pemakaian sedotan.

PP tentang penanganan sampah laut juga telah dikeluarkan, yaitu Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018.

“Setelah ditandatangani Pak Presiden tahun ini, tahun 2018. Sudah ada rencana aksi nasional penanganan sampah plastik di laut sudah ada,” tandasnya.

Harapan Susi agar aksi ini dapat menjadi program nasional di Indonesia. Selain itu, ia mencontohkan ketegasan dirinya sendiri dalam menangani sampah plastik.

“Di KKP sudah ada. You bawa mineral water ke KKP saya denda Rp 500 ribu,” pungkasnya.[mor]

Related Articles

Back to top button