HUMANITIES

Sang Penggerak Perlawanan Rakyat Surabaya Itu, Bernama Bung Tomo

Jumat, 10 November 2017

Indonesiaplus.id – Pada awalnya sosok ini tak banyak yang kenal. Terlebih saat ia terpilih pada 1944 untuk menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru yang disponsori Jepang, hampir tak seorang pun yang mengenal dia.

Inilah nama Sutomo atau yang akrab disapa Bung Tomo, yang kemudian hari peranannya yang sangat penting, ketika pada Oktober dan November 1945.

Bung Tomo menjadi salah satu Pemimpin yang menggerakkan dan membangkitkan semangat rakyat Surabaya, yang pada waktu itu Surabaya diserang habis-habisan oleh pasukan Inggris yang mendarat untuk melucutkan senjata tentara pendudukan Jepang dan membebaskan tawanan Eropa.

Tak pelak, Bung Tomo pun semakin melejit berkat seruan-seruan pembukaannya di dalam siaran-siaran radionya yang penuh dengan emosi. Meskipun Indonesia kalah dalam Pertempuran 10 November itu, kejadian ini tetap dicatat sebagai salah satu peristiwa terpenting dalam sejarah Kemerdekaan Indonesia.

Tapi siapa yang menyangka, ternyata dahulu Bung Tomo juga pernah menjajal profesi jurnalis, hingga sukses mengantarnya sebagai pewarta andal. Usai kemerdekaan Indonesia, Sutomo sempat terjun dalam dunia politik pada tahun 1950-an, namun ia tidak merasa bahagia dan kemudian menghilang dari panggung politik.

Hingga pada akhir masa pemerintahan Soekarno dan awal pemerintahan Suharto yang mula-mula didukungnya, Sutomo kembali muncul sebagai tokoh nasional.

Berbagai jabatan kenegaraan penting pernah disandang Bung Tomo. Ia pernah menjabat Menteri Negara Urusan Bekas Pejuang Bersenjata (Veteran) sekaligus Menteri Sosial Ad Interim pada 1955-1956 di era Kabinet Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

Juga tercatat Bung Tomo sebagai anggota DPR pada 1956-1959 yang mewakili Partai Rakyat Indonesia. Pada awal 1970-an, ia kembali berbeda pendapat dengan pemerintahan Orde Baru.

Ia berbicara dengan keras terhadap program-program Suharto sehingga pada 11 April 1978 ia ditahan oleh pemerintah Indonesia yang tampaknya khawatir akan kritik-kritiknya yang keras. Baru setahunkemudian ia dilepaskan oleh Suharto. Meskipun semangatnya tidak hancur di dalam penjara, Sutomo tampaknya tidak lagi berminat untuk bersikap vokal.

Namun, ia tetap berminat terhadap masalah-masalah politik, namun ia tidak pernah mengangkat-angkat peranannya di dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Ia sangat dekat dengan keluarga dan anak-anaknya, dan ia berusaha keras agar kelima anaknya berhasil dalam pendidikannya.

Ia pun memperdalam dalam kehidupan religliusnya, namun tidak menganggap dirinya sebagai seorang Muslim saleh, ataupun calon pembaharu dalam agama. Hingga pada 7 Oktober 1981 ia meninggal dunia di Padang Arafah, ketika sedang menunaikan ibadah haji.

Namun, berbeda dengan tradisi untuk memakamkan para jemaah haji yang meninggal dalam ziarah ke tanah suci, jenazah Bung Tomo dibawa kembali ke tanah air dan dimakamkan bukan di sebuah Taman Makam Pahlawan, melainkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel di Surabaya.

Pemerintah memberikan gelar pahlawan nasional pun diberikan kepada Bung Tomo bertepatan pada peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008. Keputusan ini disampaikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada 2 November 2008 di Jakarta.[Mor]

Related Articles

Back to top button