NATIONAL

Putusan MK Jadi Momentum Hentikan Diskriminasi Bagi Penghayat Kepercayaan

Jumat, 10 November 2017

Indonesiaplus.id – Diskriminasi terhadap penghayat kepercayaan sudah saatnya dihentikan seiring dengan momentum keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-undang Administrasi Kependudukan.

Kini mereka bisa mengisi kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK), tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianut.

Menurut Wasekjen DPP PKB Maman Imanulhaq, sebagai negara yang memiliki dasar Pancasila, sudah semestinya menghargai orang dengan memiliki keyakinan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalil tersebut ada dalam sila pertama.

“Sebenarnya di sila pertama itu Ketuhanan Yang Maha Esa dan penganut yang jumlahnya di Indonesia 185 kelompok penganut kepercayaan itu memang adalah kelompok yang harus dihargai dan harus dihormati,” ujar Maman di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (9/11/2017).

Putusan tersebut, kata Maman, harus menjadi momentum penghentian diskriminasi yang selama ini terjadi terhadap kelompok penghayat. Hak-hak sipil politik kelompok itu sempat tercabut lantaran tak diakui saat melengkapi persyaratan administrasi.

“Dikarenakan ada pengosongan kolom agama. Sehingga ada yang tidak punya akte kelahiran, KTP buku nikah dengan formal, tidak bisa akses perbankan, bahkan anak-anak yang tidak bisa pendidikan,” kata Ketua Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) ini.

Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negari (Kemendagri) perlu merespon dengan cermat. Jangan sampai, putusan MK ini menjadi celah bagi kelompok yang tidak bertanggung jawab mengklaim sebagai penganut kepercayaan.

“Selama ini, yang menghalangi hak-hak sipil politik itu adalah sistem yang ada di Dirjen kependudukan. Kolom resmi itu harus mulai ada, bahwa mereka harus mengisi dengan kalolom penghayat kepercayaan,” imbuhnya.

Selain itu, pemerintah diminta harus mengantisipasi kelompok yang mempermainkan regulasi ini. Hal itu dilakukan agar konflik masyarakat kemudian bisa direduksi.

“Memang ada bahaya yaitu orang yang mempermainkan regulasi negara untuk kepentingan pribadi. Kasus nabi palsu kelompok-kelompok yang akhirnya membuat kita terus terjadi konflik di masyarakat,” tandasnya.[Sap]

Related Articles

Back to top button