Toyohashi Univeristy of Technology Kembangkan Alat Pembaca Pikiran Manusia
Kamis, 20 April 2017
Indonesiaplus.id – Alat untuk membaca pikiran manusia dengan mendeteksi gelombang otak tengah dikembangkan para ilmuwan. Sehingga memungkinkan orang yang menderita Locked in Syndrome (LIS) yang membuat penderitanya tidak bisa bergerak bisa berkomunikasi.
Penelitian dilakukan Toyohashi Univeristy of Technology di Jepang, bahwa instrumen itu akan menjadi alat yang efektif membaca manusia dan bisa digunakan dalam waktu dekat.
Para peneliti memperkirakan, alat tersebut bisa dioperasikan dengan mudah melalui aplikasi ponsel dalam lima tahun ke depan. Instrumen yang didasarkan pada electroencephalogram (EEG), yakni alat untuk memonitor gelombang otak seseorang ketika mereka berbicara.
Kemudian, gelombang otak dicocokkan dengan suku kata dan angka menggunakan ‘machine learning’, yakni proses yang digunakan untuk mengembangkan artificial intelligence (AI) atau kecerdaan buatan.
Para peneliti telah mengembangkan teknologi yang dapat mengenali angka nol hingga sembilan dari gelombang otak dengan kekauratan 90 persen.
“Pada saat yang sama, pengenalan 18 suku kata tunggal memiliki keakuratan 61 persen, mengalahkan kinerja dalam penelitian sebelumnya,” ujar pernyataan dari universitas tersebut seperti dikutip dari Independent, Rabu (19/4/2017).
Peneliti menemui sejumlah kesulitan dalam mengembangkan alat tersebut. “Hingga kini, penerjemahan sinyal EEG mengalami kesulitan mengumpulkan cukup data untuk mengizinkan penggunaan alogaritma berdasarkan ‘deep learning’ atau jenis mesin belajar lain,” kata pernyataan itu.
Saat ini, kelompok peneliti telah mengembangkan kerangka penelitian berbeda, yang dapat meraih performa tinggi dengan sekumpulan data pelatihan kecil. Para peneliti juga berencana mengembangkan “brain-computer interface” yang dapat mengenali kata-kata yang dipikirkan.
“Teknologi ini memungkinkan orang cacat, yang kehilangan kemampuan bersuara atau berkomunikasi, memperoleh kemampuannya sekali lagi,” ungkapnya.
Lebih jauh lagi, kelompok peneliti berencana mengembangkan alat yang dapat dioperasikan dengan mudah dengan menggunakan elektroda yang lebih sedikit dan dihubungkan dengan ponsel dalam lima tahun ke depan.
Sementara dalam studi terpisah, yang dilakukan pada awal tahun ini, diketahui bahwa aktivitas otak masih akan berlanjut sekitar 10 menit setelah seseorang dinyatakan meninggal.[Sam]