Harus Ada Tuntutan Publik, Bambang: Densus Antikorupsi Rentan Dipolitisasi
Kamis, 19 Okt 2017
Indonesiaplus.id – Pemerintah diminta untuk menguji dan mengkaji kembali wacana pembentukan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi atau Densus Antikorupsi.
Pasalnya, lembaga tersebut entan dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab karena tidak lahir dari permintaan publik.
Hal itu disampaikan mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, bahwa salah satu pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2006 menyebut diperlukannya lembaga khusus antikorupsi yang independen.
“Lembaga iindependen itu seharusnya dibentuk berdasarkan tuntutan publik. Sedangkan, Densus kan tuntutan wakil rakyat di mana proses politisasi pemberantasan korupsi mungkin saja terjadi,” ujar Bambang di Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat, Rabu (18/10/2017).
Sudah saatnya, kata Bambang, Presiden Jokowi mengambil sikap soal Densus Antikorupsi yang bisa saja melemahkan dan menghancurkan semua proses upaya pemberantasan korupsi yang konsisten.
“Diskusi mengenai ini sudah cukup lama. Sudah saatnya Presiden mengambil sikap, sikap kenegarawanan yang jelas. Jangan sampai kemudian ini menjadi salah langkah dan tidak bermakna dan menjadi fire back terhadap upaya pemberantasan korupsi. Yang rugi adalah kekuasaan,” katanya.
Pembentukan Densus Antikorupsi, jelas mengarah kepada pelemahan KPK. “Apakah ini upaya yang betul mendorong upaya pemberantasan korupsi atau sebaliknya? Perlu dikaji ulang gagasan membentuk Densus Antikorupsi,” tandasnya.
Wacana pembentukan Densus Antikorupsi mencuat dalam rapat dengar pendapat Komisi Hukum DPR dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian pada Selasa, 23 Mei lalu. Sejak itu, Polri menyusun kajian untuk merealisasikannya.
Kini, jajaran Polri berencana merekrut 3.560 anggotanya untuk mengisi Densus Antikorupsi, yang ditargetkan akan mulai bekerja pada 2018. Kapolri Tito mengajukan anggaran Rp 2,64 triliun, yang akan menjadi tambahan rencana bujet Polri tahun depan.[Sap]