Waspada Bandar Membidik Pasar Baru Narkoba Usia Belia

Rabu, 28 Desember 2016
Indonesiaplus.id – Direktur Korban Penyalahgunaan Napza, Direktorat Jenderal Rahabilitasi Sosial, Kementerian Sosial, Waskito Budi Kusumo mengatakan, masalah narkoba merupakan masalah serius dan luar biasa yang melanda dunia.
“Ketika mengunjungi forum dunia di Wina pada 2012 yang menempati peringat ke 3, lalu beberapa tahun ke sana lagi dan berubah menjadi peringkat ke 1, ” ujar Budi di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) Menado, Sulawesi Utara, Rabu (28/12/2016).
Di dunia, kata Budi, ada 248 juta pengguna dipermukaan dan jika dikalikan 10, maka ada 2,4 miliar orang yang bersentuhan dengan napza. Di Indonesia dengan prevalensi 2,8 atau ada sekitar 5,9 juta orang.
“Pada level dunia ada 2,4 miliar dan di Indonesia setiap 50 juta orang yang bersentuhan dengan narkoba, serta narkoba telah menjadi persoalan luar biasa, ” ucapnya.
Bahkan, persoalan narkoba menempati peringkat jauh di atas kasus teroris dan korupsi. Tak heran, jika tidak ada satu tempat di seluruh Indonesia yang steril dari narkoba.
“Dengan dibangun IPWL menjadi hal yang sangat strategis. Sebab, pemerintah mencoba melayani rakyat untuk memenuhi hak-hak dasar warga negara, ” katanya.
Saat ini, ada IPWL 160 di 30 provinsi di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, masih belum menjawab kebutuhan penanganan narkoba jika dibandingkan dengan jumlah korban yang setiap hari menelan 50 orang.
“Jumlah korban meninggal 50 orang setiap hari dan tidak kurang Rp 73 triliun uang dihabiskan untuk membeli narkoba. Sungguh bisnis yang sangat menjanjikan dan menggiurkan di dalam narkoba, ” tandasnya.
Para bandar sudah membidik pasar pengguna baru narkoba kepada usia yang lebih muda dan belia. Misalnya, anak – anak PAUD, TK dan SD pun tidak luput menjadi korban penyalahgunaan narkoba.
“Kami temukan pengguna penyalahgunaan narkoba berusia belia di Aceh 1,5 tahun dan umur 3 tahun di Makassar. Kondisi itu sangat memprihatinkan semua pihak terkait, ” terangnya.
Penanganan narkoba tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tugas negara. Dalam penanganan narkoba dikenal dua pendekatan, yaitu pemberantasan dan penanganan.
“Pemberantasan dilaksanakan oleh pihak kepolisian dan kejaksaan. Sedangkan, untuk penanganan dilakukan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial serta BNN baru mencoba masuk, ” tandasnya.
Salah satu upaya pencegahan, yaitu membentengi keluarga dan menjalin komunikasi dengan anak-anak. Sebab, sekali saja ada anggota keluarga yang menjadi korban maka sangat sulit untuk merehabilitasinya.
“Menjalin komunikasi dan menjaga anak-anak begitu sangat penting. Menangis darah saja tidak cukup untuk mengobati mengembalikan mereka kepada kondisi seperti sedia kala, ” katanya.
Pencegahan bisa dilakukan melalui rehablitasi tidak hanya di tingkat keluarga, tingkat RT/RW, kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nasional.
“Melaluli kehadiran IPWL di Manado, Sulawesi Utara, dan dimanapun berada setidaknya menjadi tempat rujukan dalam upaya merehabilitasi bagi para korban penyalahgunaan narkoba, ” tandasnya.
Untuk mendukung pasca rehabiitasi bagi para korban penyalahgunaan narkoba, pemerintah telah menyiapkan seperangkat program seperti vocational training dan bantuan usaha untuk mendorong kemandirian.
“Pemerintah menyiapkan kegiatan bagi klien yang telah selesai direhabilitasi, baik vocational training, bantuan stimulan usaha kemandirian, serta bagi anak yang sekolah akan dikembalikan ke sekolah, ” pungkasnya.
Hadir dalam acara tersebut, unsur pemerintah daerah, dinas sosial, perwakilan IPWL, tagana, sakti peksos, tokoh agama, karang taruna, tokoh pemuda, serta tokoh adat.[Hmd]