HUMANITIES

Pembangunan Karakter Bangsa Dipengaruhi Peran Pendidikan Tepat

Kamis, 5 Oktober 2017

Indonesiaplus.id – Di era globalisasi dewasa ini karakter menjadi krusial, sehingga orangtua dan sekolah dihadapkan pada kondisi sosial yang selalu bergerak mengikuti logika dan selera pasar.

“Para orangtua dan pendidikan dihadapkan problem dan variabel baru yang tidak mampu mengontrolnya,” ujar Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Komarudin Hidayat saat focus group discussion (FGD) bertajuk Pendidikan sebagai Penjuru dalam Pembangunan Karakter Bangsa di Jakarta, kemarin.

FGD digelar Persatuan Purnawirawan TNI-AD (PPAD), Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI-Polri (FKPPI), dan Yayasan Suluh Nusantara Bhakti (YSNB).

Dulu, pertumbuhan anak diasuh bersama oleh lingkungan keluarga, masyarakat budaya yang solid dan homogen sehingga pertumbuhannya mudah diarahkan dan diprediksi. Namun saat ini, masyarakat terpapar simbol-simbol yang tidak mewakili realitas sejati, tapi justru dianggap sebagai kenyataan.

Misalnya, kata Komarudian, gejala saat ini yang cenderung memandang karakter seseorang berdasarkan status sosial dan konsumsi barang. Kecenderungan itu, bisa berdampak buruk bagi pendidikan karakter karena identitas dibentuk mengikuti logika pasar.

“Justru pendidikan karakter seharunya membawa bangsa ini sebagai subjek. Pilar pendidikan ini harus diformulasi ulang. Yang mesti diubah terlebih dahulu ialah mindset pimpinan sekolah dan guru,” katanya.

Dunia pendidikan terseret masuk dalam persaingan mutu produk layaknya di dunia industri.
Lembaga pendidikan yang tidak bisa menghasilkan alumni yang berkualitas dan kompetitif di lapangan kerja akan menyusut peminatnya.

“Dalam dunia akademik, prestasi sekolah tidak lagi sekedar memperbanyak wisudawan tanpa yang bersangkutan memiliki kedalaman ilmu, keahlian khusus, kemampuan komunikasi sosial dan integritas,” ucapnya.

Begitupun saat melamar kerja mengandalkan ijazah tidak jaminan diterima tanpa tambahan pendukung lainnya, seperti pengalaman kerja, kemampuan bahasa asing, komputer dan komunikasi sosial. “Ini berbeda dengan jaman dulu saat sarjana masih sedikit sehingga siapapun yang memiliki ijazah dijamin mendapatkan pekerjaan,” tandasnya.

Sementara itu, anggota Dewan Pakar Yayasan Jati Diri Bangsa (YJDB) Gede Raka menyatakan menyatakan pendidikan yang tepat berperan dalam pembangunan karakter bangsa bahkan menjadi prasyarat utama pembangunan karakter bangsa yang kuat.

“Pendidikan yang tidak tepat, tidak akan berperan dalam pembangunan karakter bangsa bahkan bisa menghancurkan karakter bangsa itu sendiri,” katanya.

Sistem pendidikan karakter perlu menyesuaikan dengan konteks sosial, budaya, sejarah, dan lingkung-an lokal agar implementasinya tepat sasaran. Contohnya kebijakan di Jakarta tidak boleh sama dengan daerah lain.

Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Inovasi dan Daya Saing, Ananto Kusuma Seta menyebut karakter diperlukan untuk memampukan siswa bisa menghadapi lingkungan yang beragam dan terus menerus berubah.

“Lima karakter utama yang harus dikembangkan adalah religius, nasionalis, gotong royong, mandiri dan integritas yang berfungsi sebagai pondasi dan kompas bagi siswa,” ungkapnya.

Model pendidikan karakter yang ditetapkan pemerintah yang tertuang dalam Perpres No 87/2017 tidak bersifat menyeragamkan, contohnya tahun ajaran 2018/2019, akan ada dua bentuk rapor sekolah yakni akademik dan kepribadian.

“Berbagai kegiatan peserta didik di luar sekolah terkait pendidikan karakter akan jadi objek penilaian, misalnya pulang sekolah membantu orangtua di sawah atau pergi melaut mencari ikan,” katanya.[Mor]

Related Articles

Back to top button