Hilmar Farid: Kami Tengah Menggali Naskah Sejarah BPUPKI
Kamis, 2 Agustus 2018
Indonesiaplus.id – Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tengah menggali berbagai naskah bersejarah terkait dengan persiapan masa pra kemerdekaan Indonesia pada 1945.
“Indonesia berdiri tak terlepas dari peran Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), ” ujar Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid saat menyampaikan pidato kunci pada Seminar Kesejarahan Hubungan Indonesia-Jepang dan memperingati Hari Kebangkitan Nasional RI ke-110 di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Kamis (2/8/2018).
Ada sisi menarik pada saat Jepang masuk ke Indonesia pada 1942, di mana para pemimpin politik dan militer negeri matahari terbit itu membawa misi untuk membebaskan Indonesia dari kolonialisme Belanda.
“Jadi, hubungan antara Indonesia-Jepang tidak hanya memiliki nilai sejarah, melainkan juga ada etika yang bersebarangan tapi menarik untuk dikaji lebih dalam oleh para ahli sejarah, cendekiawan serta politisi, ” katanya.
Bahkan, berbagai pertanyaan dimunculkan oleh para ahli sejarah dan tugas para politisi serta cendikiawan menyiapkan jawaban yang diperkuat dengan bukti – bukti bersejarah sebagai upaya memperkaya wawasan masyarakat.
“Sejarah mencatat, lagu kebangasaan Indonesia Raya tiga stanza dan Bahasa Indonesia ditetapkan pada masa Jepang untuk menghapus pengaruh dan Bahasa Belanda di tengah masyarakat. Nah, apakah beretika ketika kita menuntut pampasan perang dari Jepang,” tanya Hilmar.
Pada satu sisi, menjadi penting pertanyaan terkait aspek etika, legal formal dan tuntutan pampasan perang dari Jepang di sisi lainnya. Bisa menjadi debat publik bermutu selama berbagai bukti sejarah disediakan sebagai dasar perdebatan.
“Saat ini, upaya strategis dilakukan Direktorat Jenderal Kebudayaan untuk membangun kerjasama budaya dengan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, yaitu pengarsipan warisan budaya dengan membangun sistem kebudayaan terpadu, ” katanya.
Kerjasama budaya tersebut sebagai implementasi dalam menjalankan amanat dari Undang Undang (UU) No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Peringatan 110 tahun Kebangkitan Nasional, selain diisi dengan seminar kesejaharahan, juga digelar pameran foto, sketsa dan poster pada masa pendudukan Jepang di Indonesia.
Selain itu, juga diluncurkan buku berjudul “Jagung Berbunga di antara Bedil dan Sakura”, yang merefleksikan sejarah hubungan Indonesia dan Jepang dari masa ke masa.
Buku berjudul “Jagung Berbunga di antara Bedil dan Sakura,” diterbitkan atas kerjasama Perpustakaan Nasional RI, Arsip Nasional RI, Kantor Berita Antara yang menyediakan berbagai bahan penting dan bersejarah.
Sementara itu, Oscar Motuloh, sebagai kurator galeri Foto Jurnalistik Antara menilai pameran dan penerbitan buku “Jagung Berbunga di antara Bedil dan Sakura” menelisik secara visual bagaimana propaganda para politisi, budayawan, seniman dan perupa saat menggerakkan tujuan mereka.
“Pada beberapa karya penting semasa era pendudukan Jepang ditampilkan dalam bentuk asli. Kita bisa menyimak poster propaganda, mengamati sampul muka majalah, serta beragam produk propaganda lainnya,” katanya.
Pameran kesejarahan, kata Oscar, menampilkan halaman depan koran Tjahaja yang diterbitkan di Bandung.
Teras berita harian pimpinan Otto Iskandardinata itu menuliskan kutipan langsung Bung Karno, “Indonesia pasti merdeka, sebelum jagung berbunga. Bukan sebelum jagung berbuah, tetapi sebelum jagung berbunga Indonesia akan merdeka”.
Perlu diketahui sebelumnya, bahwa berbagai dokumen pers bersejarah tersebut pernah berada dalam cengkeraman dan sensor pihak militer Jepang.
Termasuk, ada cetakan pers dan artefak perihal kumandang proklamasi yang kini disimpan oleh Perpustakaan Nasional RI, Arsip Nasional RI, Antara Foto, dan perusahaan rekaman legendaris, Lokananta di Solo, Jawa Tengah.[Mor]