Direktur: Film G30S/PKI Harus Disesuaikan dengan Konteks Zaman
Rabu, 20 September 2017
Indonesiaplus.id – Film berjudul Pengkhianatan G30S/PKI arahan Arifin C.Noer menuai kontroversi di tengah masyarakat. Terlebih jajaran TNI mengimbau masyarakat untuk menggelar nonton bareng (nobar) film yang dirilis pada 1984 itu.
“Sejarah seperti film itu tentu sangat kontekstual pada masa Orde Baru. Sehingga, kalau saat ini dimutakhirkan konteksnya akan sesuai dengan penemuan baru,” ujar Direktur Sejarah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Triana Wulandari di Jakarta Pusat, Rabu (20/9/2017).
Dalam film tersebut, kata Triana, ada dua hal yang mesti diperhatikan jika pembuatan film G30S/PKI versi baru dilakukan. Pertama, konten narasi film yang baru harus memuat temuan – temuan terkini dari peristiwa tersebut.
“Sebab, masih terdapat banyak dokumen – dokumen dan riset yang bisa melengkapi cerita dari film yang dimutakhirkan tersebut, ” katanya.
Kedua, terkait dengan mengkomunikasikan cerita sejarah ke generasi sekarang atau generasi milenial tentu bukan perkara yang mudah. Sebab, mereka tidak memiliki informasi sejarah, ditambah fokus perhatian mereka sudah berubah.
“Artinya, memang sejarah itu perlu ditulis kembali dan ditafsirkan kembali sesuai dengan tantangan zaman baru dan adanya temuan sumber baru,” ucapnya.
“Saya kira memang perlu sejarah itu perlu ditulis kembali, ditafsirkan kembali sesuai tantangan zaman baru dan adanya sumber baru,” jelas Triana.
pada kondisi tersebut, didukung dengan berbagai temuan penelitian ilmiah terakhir dari masa itu yang harus disampaikan kepada generasi milenial agar bisa mengerti dan memahami keadaan secara utuh dan komprehensif.
“Setelah pengertian komprehensif itu diperoleh, tugas selanjutnya adalah memberikan pemahaman yang akan menjadi dasar membangun bangsa ke depan bisa menjadi lebih baik lagi, ” tandasnya.
Presiden sudah ada rencana untuk mengemas film sejarah untuk para generasi milenial tersebut. Tentu saja, terlebih dahulu akan mengumpulkan para sejarawan.
“Para sejawarawan akan diajak berkomunikasi, apakah ada temuan fakta-kata baru dari berbagai sumber yang dianggap kredibel dari peristiwa tersebut, ” katanya.
Hal itu dianggap penting jika pembuatan film jadi dilakukan. Sehingga, harus ada faktor pertimbangan dan unsur-unsur yang terkait dengan edukasi pada setiap diri anak didik.
“Di antara faktor pertimbangan tersebut, yiatu bisa memberi inspiratif, motivasi dan kreasi yang disesuaikan dengan tingkatan umur. Misalnya, bagi SD harus ada pendekatan sejarah estetis yang sifatnya mengenalkan, SMP ada etis karena sudah ada penanaman nilai, serta SMA mulai ada nilai kritis karena sudah eksplorasi dan ada unsur mengapa peristiwa itu terjadi, ” tandasnya.[Mor]