Afi si Remaja Tulisan Kritis, Pidato di Depan Profesor dan Mahasiswa se-Jatim
Senin, 22 Mei 2017
Indonesiaplus.id – Warganet masih diramaikan tulisan Afi Nihaya Faradisa yang akunnya ditangguhkan Facebook usai menulis tentang kebhinnekaan yang dinilai kritis.
Tulisan siswa SMA Negeri 1 Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur ini, diunggah pada Minggu 21 Mei hingga menjadi viral. Tak pelak, undangan berbicara di depan profesor dan mahasiswa se-Jawa Timur pun datang.
Salah satunya dari Rektor Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang untuk berbicara di depan para profesor dan perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa se-Jawa Timur.
“Sejujurnya saya tidak tahu apa yang akan saya katakan di sana. Ya sudah, saya sampaikan saja semua aspirasi saya menyangkut kebhinekaan Indonesia, sesuai tema acaranya,” tulis perempuan 18 tahun yang bernama asli Asa Firda Inayah dalam akun Facebooknya.
Afi — karib ia disapa, mengaku hanya remaja sederhana yang masih berstatus pelajar dan jauh dari kemampuan yang dimiliki para tamu yang hadir pada acara tersebut. Namun dengan kondisi yang ada dia berusaha memberikan kontribusi buat bangsa.
“Di tengah segala keterbatasan, saya hanya berusaha melakukan hal yang saya mampu untuk memberi kontribusi bagi negara ini. Dengan kemampuan Anda dan segala yang Anda miliki sejauh ini, saya yakin Anda semua pasti bisa melakukan hal yang jauh lebih hebat daripada apa yang telah saya lakukan,” akunya.
Memang ada satu hal yang membuat hadirin memberikan tepuk tangan dan berdiri sebagai apresiasi kepada Afi, saat dia mengutip pernyataan aktivis perempuan asal Pakistan Malala Yousafzai, bahwa pentingnya pendidikan bagi manusia.
“Bahkan, beberapa hadirin bertepuk tangan sambil berdiri ketika pidato saya yang benar-benar tanpa persiapan tersebut sudah selesai,” katanya.
Satu hal yang membuat Afi sangat terkesan pada kesempatan itu. Seorang dosen perempuan menghampirinya sambil mata berkaca-kaca dan memberikan apresiasi atas keberaninya menyuarakan pemikirannya melalui tulisan di media sosial.
“Seorang ibu dosen tiba-tiba menghampiri dan memegang pipi saya, kemudian beliau berkata dengan mata yang berkaca-kaca, ‘Nak, kau tahu tidak, begitu banyak orang yang punya pendapat dan suara tapi lebih memilih untuk tidak mengungkapkannya. Saya adalah salah satu orang di antara mereka. Dan kamu berani, Nak. Saya tidak tahu apa yang harus saya ungkapkan padamu. Saya terharu’,” ujar Afi, menirukan ucapan sang dosen itu.[Mor]