GLOBAL

Kompetisi Sastra di Singapura, Puisi Buruh Perempuan Migran RI Berjaya

Selasa, 5 Desember 2017

Indonesiaplus.id – Perhelatan kompetisi sastra digelar di Singapura dan perempuan Indonesia berjaya. Ada sosok Deni Apriyani, buruh migran yang mencari peruntungan di negeri tetangga ini mencetak sejarah usai ditahbiskan sebagai perempuan pertama memenangkan Migrant Worker Poetry Competition 2017.

Menulis sepotong puisi berjudul Further Away, Deni mengalahkan 18 peserta terakhir yang telah diseleksi ketat tim juri dalam lomba yang digelar di Galeri Nasional Singapura, Minggu (3/12).

Melalui sajak, Deni “bersuara”. Sebuah pertemuan dalam perjalanan pulang ke kampung halamannya, Indramayu, Jawa Barat, menginspirasi dirinya menulis. Obrolan yang tak sengaja tercipta dengan penumpang lain di minibus berakhir dengan pesan, “Hati-hati nyari suami.”

“Saya tidak tahu siapa dia atau di mana dia sekarang, tapi dialah inspirasi saya dalam karya ini,” ujar Deni, mengisahkan kawan seperjalanannya itu mengaku korban KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), seperti dinukil dari The Straits Times, Senin (4/12/2017).

Perempuan 27 tahun itu memilih menulis sajak dalam bahasa Inggris, bukan mengalihbahasakan dari bahasa Indonesia. Menurutnya, keputusan ini tepat. Ia merasa, hasil terjemahan tidak akan sepenuhnya mewakili maksud yang ingin dia sampaikan.

Saat ini, Deni mengaku gembira. Pengalaman ini kontras dengan situasi yang dia alami empat tahun lalu, saat kali pertama menginjakkan kaki di Singapura. Kala itu, ia bahkan tidak tahu cara “minta makan” karena tidak bisa bicara dalam bahasa Inggris.

Kendatipun jauh dari rumah dan keluarga, Deni tidak menampik kerap merasa sendiri. Namun, dengan semangat bekerja demi membahagiakan keluarga, ia berangsur-angsur mengatasi rasa kesepian dengan pena dan buku. “Saya gak punya teman ngobrol, jadi saya menulis cerita-cerita lucu agar bisa ketawa,” ucapnya.

Deni memang suka humor meski kadang-kadang tertarik menulis cerita hantu dan kisah-kisah menegangkan lainnya.

Dewan juri memuji kekuatan emosi yang muncul dari kalimat-kalimat Deni yang kental perumpamaan, kiasan, dan metafora. Mereka memastikan, penilaian hanya pada karya, bukan penulis.

“Pekerja migran yang karya-karyanya sudah diterbitkan kebanyakan laki-laki. Jadi, senang bisa melihat perempuan dalam koleksi tunggal,” ujar Amanda Chong, penyair yang menjadi juri dalam kompetisi.

Selama empat tahun penyelenggaraan, lomba tersebut biasanya didominasi kaum adam, terutama pekerja migran Bangladesh. Tahun ini panitia menerima 107 aplikasi dalam delapan bahasa dari buruh migran asal tujuh negara berbeda. Dari total karya yang diajukan, 80 persen kreatornya adalah perempuan.

Sedikit terprediksi pemenang tahun ini didominasi perempuan. Selain Deni, buruh migran asal Filipina Naive L Gascon (30) keluar sebagai runner-up, disusul Fitri Diyah (25) yang menyegel tiga besar. Fitri buruh migran asal Indonesia. Ia menulis puisi Sunday Morning di Paya Lebar berdasarkan pengalamannya hangout setiap akhir pekan.

Selain kompetisi sastra, pekerja migran pada festival tersebut berkesempatan menampilkan bakat-bakat terpendam seperti menyanyi, melukis, dan fotografi. Pengalaman ini menambah rasa percaya diri mereka.

Diungkapkan Zakir Hossain Khokan (39), seorang pekerja konstruksi, “Kami ingin buktikan bahwa buruh migran gak cuma berurusan dengan kerjaan kotor dan berisiko. Kami juga kreatif dan punya banyak talenta.”[Fat]

Related Articles

Back to top button