POLITICS

Mahfudz Bilang, Demo dan Aksi Dukung Ahok Dagelan Memprihatinkan

Senin, 15 Mei 2017

Indonesiaplus.id – Rakyat menghargai kesibukan Presiden Jokowi dengan agenda pemerintahannya di dalam dan luar negeri. Rakyat harus mendukung kesuksesannya.

Namun, Anggota DPR dari PKS, Mahfudz Siddiq, semua pihak perlu membisikkan kepada Jokowi akan apa yang sedang terjadi di tengah bangsa ini. Khususnya, usai Pilkada DKI dan vonis Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas kasus Ahok.

“Kita semua tahu, beberapa hari ini ramai aksi jalanan dari pendukung Ahok. Mereka bicara tentang isu besar dan ideologis atas nama kasus Ahok,” ujar Mahfudz, Minggu (14/5/2017).

Kasus Ahok, kata Mahfuz, tidak identik dengan NKRI, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Ahok hanya salah seorang WNI dengan hak dan kewajiban sama dengan warga lainnya.

“Perlu diingat bahwa pro Ahok bukan berarti pro-NKRI, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Dan anti-Ahok bukan berarti anti-NKRI, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,” tandasnya.

Bahkan, Mahfuz mengatakan, bahwa hal ini yang dibuktikan oleh pengadilan, ucapan Ahok yang menyinggung Surat Al-Maidah 51 yang justru menempatkan Ahok sebagai orang yang telah mengganggu NKRI, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Jadi, upaya para pendukung Ahok yang dirancang di berbagai kota di Indonesia dan juga di beberapa kota di luar negeri untuk menuntut pembebasan Ahok dengan mengusung tema #SaveNKRI #SavePancasila #SaveBhinnekaTunggalIka atau sejenisnya adalah dagelan yang memprihatinkan,” katanya.

Perhelatna Pilkada DKI sudah usai. KPU sebagai lembaga yang punya otoritas sudah keluarkan putusan. “Kita semua harus terima dan game is over. Pengadilan kasus penistaan agama oleh Ahok telah diputus oleh PN Jakpus yang punya otoritas. Kita harus terima dan game is over,” ucapnya.

Kalaupun masih ada yang tidak bisa terima, peraturan perundang-undangan menyiapkan mekanismenya. Untuk gugatan hasil pilkada ke Mahkamah Konstitusi atau bisa banding proses pengadilan ke Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

“Aksi demo, petisi, pemberian jaminan, dan manuver-manuver politik lainnya bukanlah mekanisme yang dikenal dan diatur oleh sistem hukum kita. Dan semua aksi dan manuver politik ini tidak perlu dilabelkan dengan silent majority,” tandasnya.

Semua pihak dan terkhusus Presiden Jokowi sebagai kepala negara mesti awas dan mawas, terkait aksi dan manuver politik yang terjadi usai Pilkada DKI dan vonis PN Jakut akan menjadi tabuhan genderang konflik dan perpecahan yang terbuka di republik ini. Karena, sudah ada bungkus ideologis, yaitu NKRI, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Apakah di era pemerintahan Presiden Jokowi kita semua akan menyaksikan malapetaka ini? Tentu saja jangan. Apakah atas nama Ahok kita akan biarkan bangsa ini porak-poranda? Tentu saja tidak,” tuturnya.

Dalam situasi seperti ini, Mahfuz berpandangan bahwa negara dan pemerintah tidak boleh memposisikan diri sebagai para pihak yang ikut konflik. Tetapi negara harus hadir dan menjadi tempat bernaung dan berlindung semua warga, serta pemerintah harus menjadi penengah dan penegak hukum yang adil.

“Pihak yang bisa memastikan hal ini adalah Presiden RI, yaitu Joko Widodo. Mandat dan wewenang melakukan ini ada di tangan presiden sekarang. Seorang Joko Widodo akan dikenal dan dikenang seperti apa, akan ditentukan oleh tindakan dan keputusan politik apa yang akan diambilnya,” terangnya.[Mus]

Related Articles

Back to top button