ECONOMY

PT Bahana: Utang RI Lebih Rendah Daripada Negeri Jiran Malaysia

Sabtu, 23 Desember 2017

Indonesiaplus.id – Pemahaman generasi milenial banyak yang perlu diluruskan, salah satunya terkati utang negara.

Pemerintah melalui banyak kesempatan menjelaskan mengenai pengelolaan utang negara. Posisi utang mencapai US$ 286,6 miliar hingga September 2017. Angka itu sekitar Rp 3.869 triliun dengan asumsi kurs Rp 13.500 per dolar Amerika Serikat. Posisi utang itu naik sekitar 34 persen dan 8,1 persen masing-masing dibanding tiga dan setahun terakhir.

“Memang meningkat. Porsi terbesar, sekitar 81 persen atau Rp 3.130 triliun berupa surat utang negara yang dalam periode sama melonjak 47,6 persen dan 11,6 persen,” ujar Budi Hikmat Chief Economist PT Bahana TCW Invesment Management, seperti dikutip dari catatan akhir 2017 PT Bahana TCW Invesment Management, Sabtu (23/12/2017).

Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani telah berulang kali menjelaskan untuk tidak melihat posisi absolut, melainkan terhadap produk dometik bruto (PDB) dan dibandingkan dengan banyak negara.

“Jadi terlihat tingkat utang Indonesia yang sekitar 30 persen produk domestik bruto (PDB) masih jauh lebih rendah dibandingkan negara lain,” katanya.

Dalam catatan Bahana TCW Invesment Management, tingkat utang negara lain terhadap PDB yaitu Jepang sekitar 234,7 persen, Yunani 182 persen, Italia 132,5 persen, Amerika Serikat (AS) sekitar 77,8 persen, Jerman sekitar 68,2 persen, Malaysia sekitar 55,1 persen, India sekitar 52,3 persen dan Thailand sekitar 50,4 persen.

“Kecuali Yunani, negara di atas umumnya menikmati peringkat investasi yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia,” ucapnya.

Pemerintah juga menjelaskan, utang digunakan untuk pembiayaan produktif terutama untuk infrastruktur yang manfaatnya akan dirasakan oleh masyarakat.

“Berutang merupakan konsekuensi kebijakan fiskal ekspansif untuk memacu pertumbuhan ekonomi di tengah keterbatasan pemungutan pajak,” terangnya.

Ada tantangan terbesar pemerintah terkait beban bunga dan cicilan pokok, baik secara absolut maupun relatif terhadap ekspor. Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, pemerintah anggarkan pembayaran bunga sebesar Rp 219,2 triliun atau sekitar 10,3 persen dari APBN.

“Beban pembayaran bunga utang itu rata-rata bertumbuh sebesar 10,5 persen selama 10 tahun terakhir. Bila dibandingkan dengan perolehan nilai ekspor non migas, beban bunga itu kami taksir sebesar 13 persen. Angka ini melonjak menjadi sekitar dua kali lipat bila ditambah utang swasta yang ditaksir mencapai Rp 2.480 triliun,” ujarnya.

Sehingga perlu upaya untuk kurangi ketergantungan terhadap utang tentunya melalui penerimaan pajak. Hingga September 2017, penerimaan pajak dilaporkan mencapai Rp 770 triliun. Angka ini baru sekitar 60 persen dari target Rp 1.283,6 triliun. Penerimaan pajak masih kurang sekitar Rp 513 triliun hingga akhir tahun.

Utang pemerintah juga dapat sebagai sarana investasi lewat surat utang negara (SUN). Ini dapat dilanjutkan usai masyarakat memulai investasi melalui reksa dana pasar uang.

Kinerja indeks SUN dalam dua tahun mengesankan. Portofolio investasi SUN ini juga bertujuan sebagai perlindungan nilai baik terhadap credit risk dan inflation risk.[Sal]

Related Articles

Back to top button