GLOBAL

Kanselir Angela Merkel – Uni Eropa Minta Ukraina Nahan Diri

Jumat, 30 November 2018

Indonesiaplus.id – Sikap Uni Eropa minta Ukraina lebih menahan diri, Kamis (29/11/2018). Pasca Kiev mendesak NATO menyiagakan armada kapal perang sebagai antisipasi krisis Selat Kerch di lepas pantai Crimea.

Hal itu disampaikan Kanselir Jerman Angela Merkel, bahwa di sisi lain Turki siap menjadi mediator untuk kedua belah pihak yang bersitegang.

Konflik terbaru antara Rusia-Ukraina meletus pada Minggu (25/11), ketika Moskow menembaki dan lantas menawan tiga kapal Ukraina berikut 24 awaknya yang mengarungi Selat Kerch, jalur perlintasan tunggal dari Laut Hitam menuju Laut Azov.

Pemerintah Rusia beralasan Kiev melanggar hukum teritorial laut, namun Ukraina melihatnya sebagai bentuk agresi baru. Bagi Kiev, masih terluka lantaran aneksasi Crimea oleh Rusia pada 2014, tindakan tersebut membangkitkan alarm bahaya.

Presiden Petro Poroshenko langsung meminta pemberlakuan undang-undang darurat militer di seluruh negeri. Parlemen memutuskan status siaga perang boleh diterapkan di 10 kawasan perbatasan dengan Rusia, dan hanya dalam durasi 30 hari.

Juga, meminta dukungan dari Barat, sang Presiden juga mendesak NATO untuk campur tangan. “Jerman sekutu terdekat kami, dan berharap negara-negara anggota NATO bersedia menempatkan kapal-kapal perangnya di Laut Azov demi membantu keamanan Ukraina,” ujarnya saat diwawancarai koran Jerman Bild.

Bahkan, Merkel menyalahkan Rusia tapi tidak memberikan tanda-tanda akan mendukung Ukraina secara militer. “Kami minta Ukraina sedikit menahan diri karena kami hanya bisa membantu menyelesaikan masalah di sana melalui dialog dan proses-proses negosiasi. Solusi militer tidak perlu diambil untuk mengatasi krisis itu,” tegasnya.

Sebelumnya, UE memutuskan tidak bisa memberikan respons lebih besar, kecuali “memberikan dukungan penuh pada kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial Ukraina”. Barat pun menghentikan bahasan sanksi dengan alasan mereka harus “bertindak sepantasnya, sembari berkoordinasi dengan mitra-mitra internasional”.

NATO berpandangan serupa. Sekretaris Jenderal Jens Stoltenberg menyatakan armada kapal perang di Laut Hitam sudah ditambah sejak Rusia mencaplok Crimea.

“Selama 2018, NATO mengarungi Laut Hitam hingga 120 hari. Itu lebih intens ketimbang 80 hari patroli pada 2017,” tegasnya.

Pihaknya menggambarkan tiga anggota NATO, yaitu Rumania, Bulgaria, dan Turki, saat ini berpatroli reguler dengan kapal dan pesawat tempur.

Terpisah, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan siap membantu meredakan ketegangan di kawasan tersebut.

“Kami bisa mengambil peran mediator dan mendiskusikan perkara ini bersama Rusia dan Ukraina,” kata Erdogan di Bandara Istanbul, sebelum bertolak menuju KTT G20 di Argentina.

“Presiden Vladimir Putin dan Presiden Poroshenko sama-sama punya tuntutan usai berbicara dengan kami. Kami akan sampaikan permintaan Ukraina saat bertemu Mr Putin di Argentina.”

Erdogan mungkin pula membahas masalah Ukraina dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang juga datang ke Buenos Aires. Trump mengancam akan membatalkan rencana pertemuan dengan Putin di acara tersebut, tapi Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov memastikan rencana jalan terus. “Washington sudah menjawab, pertemuan tetap dilangsungkan,” katanya.

Versi Putin, insiden terjadi lantaran tiga kapal Ukraina memasuki wilayah perairan Rusia secara ilegal-dan mungkin saja sengaja demi memancing reaksi internasional dan menyudutkan Moskow, terlebih Poroshenko sedang menggalang popularitas jelang pilpres Ukraina, Maret 2019.

Aksi penembakan dan penawanan oleh pihaknya juga bisa dibenarkan karena angkatan laut di perbatasan sekadar menjalankan tugas kemiliteran.

Sejumlah 12 pelaut sudah diproses pengadilan dan dituntut penjara dua bulan, sisanya menyusul. Sementara lalu lintas Selat Kerch, yang semula dikatakan diblokade otoritas Rusia, sudah berfungsi secara normal.[fat]

Related Articles

Back to top button