Fatwa ETF Emas Syariah Segera Terbit, Wajib Gunakan Emas Fisik sebagai Underlying

Indonesiaplus.id — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) tengah memfinalisasi fatwa terbaru terkait produk Exchange Traded Fund (ETF) emas berbasis syariah. Salah satu poin utama dalam fatwa tersebut adalah kewajiban penggunaan emas fisik sebagai underlying asset dan bukan emas yang sekadar disimpan.
Vice Director of Sharia Capital Market Bursa Efek Indonesia (BEI), Irwan Abdalloh, menyampaikan hal tersebut dalam acara Edukasi Wartawan bertajuk Update Perkembangan Pasar Modal Syariah yang digelar secara daring, Kamis (24/7).
“Poin penting dari fatwa ETF emas ini adalah underlying-nya harus berupa emas fisik. Jadi, ETF emas syariah hanya boleh menggunakan underlying emas fisik,” ujar Irwan.
Ia menjelaskan, secara fikih, fatwa akan menggunakan istilah “dititipkan” alih-alih “disimpan”, untuk menegaskan bahwa kepemilikan emas tetap berada pada investor. “Kalau saya titipkan emas ke BSI, maka emas itu tetap milik saya. BSI tidak bisa mengklaim kepemilikannya,” jelasnya.
ETF emas syariah ini diharapkan menjadi produk unggulan baru di pasar modal syariah. Hingga Juli 2025, tercatat dua ETF syariah telah terdaftar di BEI. Dengan adanya penguatan regulasi dan fatwa ini, diharapkan produk berbasis aset riil akan semakin berkembang.
OJK juga tengah menyusun satu Peraturan OJK (POJK) komprehensif yang mencakup ketentuan ETF emas baik konvensional maupun syariah. Irwan menyebut, regulasi tunggal ini akan meningkatkan efisiensi dalam implementasi kebijakan.
“Jadi, POJK-nya satu, di dalamnya terdapat ketentuan untuk ETF syariah. Ini lebih efisien daripada menerbitkan POJK terpisah,” ujarnya.
Langkah ini menjadi bagian dari penguatan regulasi pasar modal syariah. Sebelumnya, OJK telah menerbitkan POJK No. 8 Tahun 2025 tentang kriteria seleksi efek syariah, termasuk penyesuaian batas maksimal pendapatan tidak halal menjadi 5 persen. Regulasi ini akan mulai berlaku efektif pada 2026 dan berpengaruh terhadap daftar efek syariah yang diterbitkan dua kali dalam setahun.
“Bisa jadi akan diberlakukan pada pertengahan tahun dan dampaknya akan terlihat pada daftar efek syariah edisi November,” pungkas Irwan.[tat]