POLITICS

MK Putuskan Batas Waktu Eks Napi Maju Pilkada, Jubir Istana Sambut Positif

Indonesiaplus.id – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan batas waktu mantan narapidana untuk maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

Juru Bicara Kepresidenan, Fadjroel Rachman menyebut putusan tersebut memberikan nilai positif bagi proses perkembangan demokrasi di Tanah Air.

“Pemerintah menyambut putusan MK yang akan memberikan nilai positif bagi proses perkembangan demokrasi dan rakyat benar-benar mendapatkan pimpinan daerah yang bersih dan berprestasi agar lahir kesejahteraan rakyat untuk Indonesia Maju,” ujar Fadjroel di Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Putusan MK No. 56/PUU-XVII/2019 sudah merujuk pada pertimbangan hukum putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-VII/2019. Putusan itu berbunyi “Bagi calon kepala daerah yang telah selesai menjalani masa pidana diharuskan menunggu waktu selama 5 (lima) tahun untuk dapat mengajukan diri menjadi calon kepala daerah.”

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD mengajak semua pihak mentaati putusan MK yang mengabulkan gugatan terkait batas waktu mantan narapidana untuk maju dalam pemilihan kepala daerah.

“Iitu bagus dan wewenang MK dan kita harus mentaati itu. Tapi itu baru pilkada, belum DPR, DPD,” ujar Mahfud di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (11/12/2019).

Putusan MK telah memberikan peluang bagi mantan narapidana dengna harus menunggu waktu lima tahun agar bisa bertarung di pilkada. Mahfud berharap aturan serupa nantinya berlaku bagi pemilihan anggota DPR maupun DPD. “Saya berharap itu berlaku buat DPR, DPD dan semua pejabat yang dipilih rakyat,” katanya.

Gugatan terhadpa MK diajukan oleh ICW dan Perludem dan MK menerima sebagian uji materi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, khususnya pasal 7 ayat (2) huruf g.

Pasal 7 ayat (2) huruf g berbunyi: “Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana”.

“Mengadili, dalam provisi mengabulkan permohonan provisi para pemohon untuk seluruhnya. Dalam pokok permohonan, mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” ungkap Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman di ruang persidangan MK, Jakarta, Rabu (11/12).

Dalam putusannya, pasal 7 ayat (2) huruf g, bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945. “Dan tidak mempunyai hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap,” pungkasnya.[mus]

Related Articles

Back to top button