Milad IABIE Kelima, Jimly: Budaya Estafet Belum Terbentuk di RI
Jumat, 3 Agustus 2018
Indonesiaplus.id – Milad ke-5, digelar oleh Ikatan Alumni Program Habibie (IABIE), Kamis (2/8/2018) malam di kediaman Presiden ke-3 RI BJ Habibie, di kawasan Kuningan, Jakarta.
Dalam perayaan milad ini, Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Prof Jimly Asshiddiqie hadir dan menyampaikan orasinya.
Selama ini, kata Jimly, banyak yang lupa mengenai pentingnya memberikan apresiasi terhadap prestasi. Anak bangsa Indonesia tak sedikit yang berprestasi berskala global.
Bahkan, mereka berkontribusi besar dalam mengharumkan nama bangsa dan negara di kancah internasional. Akan tetapi, kerap kali apresiasi terhadap mereka terlupakan.
“Budaya estafet belum terbentuk. Kebanyakan kita cepat lupa pada prestasi, tapi cepat ingat kalau menghujat. Kalau jasa-jasa orang mudah lupa. Apalagi di zaman sosial media saat ini,” ucap Jimly saat memberikan orasinya.
Adapun hal penting berikutnya adalah komitmen untuk terus membangun manusia Indonesia seutuhnya. Jimly mengingatkan untuk tak sekadar membangun fisik, tapi lupa membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.
Untuk membangun manusia unggul dalam hal ilmu pengetahuan teknologi (iptek), dan juga keimanan dan ketakwaannya (imtak). “Jelas kita terus membangun industri, tapi lupa dalam membangun industriawannya,” kata mantan ketua Mahkamah Konstitusi yang juga ketua Dewan Penasihat IABIE ini.
Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia yang kaya raya mesti dikelola dengan baik, sehingga membutuhkan SDM yang baik pula. Tidak mungkin Indonesia miskin sumber daya alam. “Kita pernah dijajah 350 tahun karena kita kaya. Karena itu, pandai-pandailah mengurus kekayaan Indonesia,” ajanya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina IABIE Prof BJ Habibie berpesan di hadapan puluhan alumnus program beasiswa Habibie yang hadir, bahwa IABIE menebarkan kiprahnya dengan bergaul secara luas dengan semua kalangan.
Habibie berharap anggota IABIE bisa inklusif karena mereka adalah generasi penerus pengembangan sains dan teknologi.
Generasi yang berkiprah dalam kemerdekaan 1945 kini sudah hampir tiada lagi. Namun, estafeta kepemimpinan harus terus berjalan. “Generasi peralihan adalah generasi yang bekerja erat dengan generasi 1945 dan sekaligus juga generasi penerusnya. Itu adalah generasi Habibie. Anda adalah ujung tombak generasi penerus itu,” tandas Habibie.
Selain itu, Habibie banyak bercerita tentang sejarah pengembangan industri kedirgantaraan nasional. Kepulangannya ke Indonesia dari Jerman atas permintaan Presiden Soeharto kala itu untuk mengembangkan industri strategis nasional.
Saat itu ia pun menyanggupi permintaan tersebut, karena Indonesia dengan wilayah yang sangat luas membutuhkan sarana transportasi pesawat dan kapal laut.
Untuk penyiapan industri strategis nasional ini pun dirancang secara detail. Namun, terjangan krisis moneter pada 1997 dan 1998 menghentikan proyek tersebut. Atas perintah Dana Moneter Internasional (IMF) dalam letter of intent (LoI), industri strategis nasional direkomendasikan untuk ditutup.
Tak pelak dampaknya banyak anak bangsa yang pakar dalam industri kedirgantaraan tidak mendapatkan tempat yang layak di negeri sendiri. “Ratusan dari mereka akhirnya bekerja di Brasil, puluhan lainnya pindah ke Boeing, dan lain-lain,” ungkap Habibie.
Beasiswa Habibie yang diprakarsai oleh BJ Habibie –yang saat itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi– pada 1982 hingga 1996 telah menelurkan banyak kader berprestasi di bidang sains dan teknologi.
IABIE, kata ketua umumnya Bimo Joga Sasongko, yang berdiri pada 2 Agustus 2013 telah mendata 4.000 putra-putri terbaik lulusan program beasiswa Habibie. Program beasiswa ini memang telah mengirimkan kurang lebih 4.000 tamatan SMA di seluruh Indonesia untuk belajar sains dan teknologi ke sejumlah negara maju, seperti Jerman, Prancis, Inggris, Belanda, Kanada, Austria, Australia, Jepang, dan Amerika Serikat.
Data anak intelektual Habibie itu sudah didokumentasikan oleh IABIE, termasuk peran dan kiprah mereka. Mereka, kata Bimo yang juga pendiri Euro Management ini, tersebar di dalam negeri maupun berdiaspora di banyak negara.
“Tapi kini sebagian di antara mereka telah kembali ke tanah air tercinta dan berkontribusi nyata untuk pembangunan dan kesejahteraan bangsa di berbagai lini keahlian, baik di pemerintahan maupun sektor swasta,” pungkasnya.[Mor]