16 Penderita Gangguan Jiwa Dipasung di Lampung Timur Dibebaskan
Senin, 9 April 2018
Indonesiaplus.id – Gerakan Stop Pemasungan dan Evakuasi Korban Pasung Penyandang Disabilitas Mental (PDM) di Kabupaten Lampung Timur, dilaksanakan Ditjen Rehabilitasi Sosial, melalui Panti Sosial Bina Laras (PSBL) Dharma Guna Bengkulu.
“Kami menyambut positif Gerakan Stop Pemasungan dan Evakuasi Korban Pasung PDM, “ ujar Plt Bupati Lampung Timur H Zaiful Bokhari, ST, MM, di Aula Atas Kompleks Pemda Lampung Timur, Sukadana, Senin (9/4/2018).
Untuk mengatasi PDM, kata Zaiful, bukan perkara mudah sebab harus melibatkan semua pihak terkait, termasuk di dalamnya keluarga, masyarakat, pendamping, dinas kesehatan, RS, TKSK, BPJS, dan sebagainya.
“Tidak mudah mengatasi PDM tersebut, tetapi kami yakin dengan kerjasama bisa dilaksanakan, sehingga evakuasi korban pasung hari ini sebanyak 16 orang akan menjadi penyemangat kita semua menuju zero PDM, “ katanya.
Di tempat sama, Kasubdit Rehabilitasi Sosial PDM, Ditjen Rehabilitasi Sosial, M Sabir mengatakan, bahwa pemenuhan hak-hak PDM menjadi dasar dari Gerakan Stop Pemasungan dan Evakuasi Korban Pasung PDM.
“Pemenuhan hak-hak PDM merupakan dasar Gerakan Stop Pemasungan dan Evakuasi Korban PDM itu termasuk Hak Asasi Manusia (HAM), sehingga negara hadir di tengah-tengah masyarakat, ” tandasnya.
Peran masyarakat dan keluarga dalam penanganan PDM sangat strategis. Sehingga bisa jadi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) sudah stabil dan bisa dikembalikan kepada keluarga, tapi masyarakat tidak menerimanya.
“Ini persoalan juga yang harus dipahami, bisa jadi ODGJ sudah bisa dikembalikan kepada keluarga tapi masyarakat tidak menerimanya ataupun sebaliknya, ” ucapnya.
Usai pembukaan di Aula Atas, Kompleks Pemkab Lampung Timur, yang dihadiri oleh perwakilan Dinas Sosial Provinsi dan Kabupaten Lampung Timur, TKSK, PSBL Dharma Guna Bengkulu, BPJS, LKS, serta Dinas Kesehatan.
Rombongan langsung action dengan melakukan evakuasi korban pasung kepada Eko Purnomo, 32 tahun, di Ds Muarajaya, Kecamatan Sukadana, Kabupaten Lampung Timur.
Ayah dari Eko Purnomo, Tuban, 55 tahun, mengatakan awal mula mengalami ganguan pada saat beberapa keinginan terkait dengan materi tidak bisa terpenuhi, karena alasan ekonomi keluarga yang tidak bisa memenuhinya.
“Eko Purnomo, anak kedua dari tiga bersaudara. Mulanya ada keinginan tapi kami tidak bisa memenuhinya karena ekonomi keluarga yang tidak mampu untuk memenuhinya, ” tutur Tuban.
Namun, keluarga terus berupaya dengan segala keterbatasan untuk mengobatinya. Terakhir pada 2015 membawa dia ke RS Jiwa selama tiga bulan, sehingga dibawa pulang kembali ke rumah dan dipasung di gubuk.
“Saya akui dalam perawatan tidak telaten, terutama memberikan obat yang harusnya diminum rutin tapi ini tidak, akibatnya dia jadi sering ngamuk dan merusak barang dan keluarga dengan berat hati harus merantai dan pasung di belakang rumah, ” katanya.
Gubuk berukuran 1,5 meter persegi, menjadi tempat Eko Purnomo menghabiskan hari-harinya dengan kondisi sangat memprihatinkan dan tidak layak. Sebab, segala aktivitas seperti makan, minum, tidur dan buang hajat di tempat tersebut.[Hmd]