Sengaja Wanita Rohingya Dijadikan Korban Kekerasan Seksual Tentara Myanmar

Minggu, 15 April 2018
Indonesiaplus.id – Sebagian besar dari 700 ribu orang etnis Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh, mengalami tindak kekerasan seksual oleh tentara Myanmar di Rakhine.
Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres bahwa fakta itu terungkap lewat laporan yang dikeluarkan pria asal Portugal tersebut.
Laporan yang akan dibahas dalam rapat Dewan Keamanan PBB pada Senin 16 April itu menyebut, staf medis internasional dan lainnya di Bangladesh banyak mendapatkan kasus pengungsi Rohingya yang mengalami trauma fisik serta psikologis akibat kekerasan seksual.
Dengan adanya ancaman meluas serta penggunaan kekerasan seksual adalah bagian integral dari strategi ini, untuk mempermalukan, meneror, dan secara kolektif menghukum komunitas Rohingya sebagai alat yang diperhitungkan guna memaksa mereka melarikan diri dari tanah air serta mencegah mereka kembali,” tulis Antonio Guterres, dinukil dari The Guardian, Minggu (15/4/2018).
Sementara itu, Mantan Perdana Menteri (PM) Portugal itu kembali menyatakan bahwa apa yang terjadi di Rakhine State terhadap etnis Rohingya adalah pembersihan etnis. Guterres menyebut pembersihan etnis itu disamarkan dalam bentuk operasi pembersihan di wilayah utara Rakhine State.
“Kekerasan terjadi kepada perempuan, termasuk yang sedang hamil, yang dipandang sebagai penjaga dan penyebar identitas etnis, serta pada anak-anak muda, yang mewakili masa depan komunitas,” katanya.
Sehingga bisa dikaitkan dengan narasi hasutan yang menuduh bahwa tingkat kesuburan tinggi di kalangan etnis Rohingya merupakan ancaman eksistensial bagi mayoritas penduduk Myanmar,” katanya.
Pria berusia 68 itu mengatakan, sebagian besar korban adalah para perempuan yang terpinggirkan (marjinalisasi) secara ekonomi dan politik. Mereka berada di wilayah yang sangat terpencil sehingga akses untuk mendapat pertolongan sangat sulit.
Pihanya yakin sebagian besar perempuan etnis Rohingya itu enggan untuk kembali ke tempat asal mereka. Sebab, para terduga pelaku kekerasan seksual masih menguasai wilayah tersebut. Ia menyesalkan bahwa kekerasan seksual secara masif terus ditutupi dengan impunitas massal para pelakunya.[Fat]