Sejumlah Pejabat Uni Eropa Jadi Target ‘Perangkat Lunak’ Mata-Mata Israel
Indonesiaplus.id – Tahun lalu, beberapa pejabat dari Komisaris Eropa, cabang eksekutif dari Uni Eropa, diduga jadi target perangkat lunak mata-mata yang didesain oleh perusahaan Israel.
Informasi tersebut didapatkan Reuters dari dua pejabat Uni Eropa dan beberapa dokumen. Salah satu pejabat yang ditargetkan adalah Didier Reynders, salah satu negarawan Belgia yang menjabat sebagai Komisaris Kehakiman Eropa sejak 2019. Setidaknya empat staf komisaris turut menjadi target.
Selain itu, masih dua pejabat Uni Eropa lainnya yang mengonfirmasi bahwa sejumlah staf komisaris sempat menjadi target.
Bahkan, mereka menyampaikan bahwa pihak komisaris menyadari penargetan ini saat Apple mengirimkan pesan massal kepada pengguna iPhone pada November lalu.
Dalam pesan tersebut, Apple menyampaikan secara massal bahwa pengguna telah menjadi target peretas pemerintah.
Peringatan ini menimbulkan kekhawatiran di dalam komisaris.
Melalui sebuah surat elektronik atau surel yang dilihat Reuters, seorang staf teknologi badan itu mengirimkan pesan terkait alat peretasan dari Israel dan permohonan untuk memperdalam peringatan tambahan dari Apple.
Kendati demikian, Reuters belum bisa mengetahui siapa yang menggunakan perangkat lunak Israel ini, dan apakah upaya peretasan itu berhasil.
Juga, Reuters belum mengetahui apa yang didapatkan peretas dari tindakan ini. Kala diminta keterangan, Reynders dan juru bicaranya, David Marechal, tidak membalas pesan Reuters.
Juru bicara Komisaris Eropa, Johannes Bahrke menolak berkomentar, begitu pula Apple. Menurut beberapa peneliti keamanan menilai orang-orang tersebut ditargetkan pada Februari dan September 2021.
Sebagaimana diberitakan Reuters, pengkat lunak yang digunakan dalam upaya mata-mata ini adalah ForcesEntry. Ini merupakan software yang dibuat vendor pemantauan siber Israel, NSO Group.
pengkat lunak ini dapat membantu badan mata-mata asing untuk mengendalikan iPhone dari jarak jauh dan tak terlihat.
Dalam sebuah pernyataan, NSO mengklaim tidak bertanggung jawab atas percobaan peretasan itu. Mereka juga mengklaim penargetan ini tak bisa terjadi dengan perangkat milik NSO.
Sementara itu, perusahaan ini baru masuk dalam daftar hitam pejabat AS karena dituding melanggar hak asasi manusia.[mar]





