POLITICS

Yusril: Harus Dijelaskan Definisi Ormas Penentang Pancasila?

Kamis, 13 Juli 2017

Indonesiaplus.id – Senin pekan depan (17/7/2017) Hizbut Tahrir Indonesia akan mengajukan gugatan uji materi atau Judicial Review kepada Mahkamah Konstitusi.

Hal tersebut sebagai respons dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Menurut Kuasa Hukum HTI, Yusril Ihza Mahendra, secara pribadi menghormati sikap HTI melakukan perlawanan secara konstitusional terkait pembubaran ormas yang telah diputuskan pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Wiranto.

“Perlawanan yang sah secara konstitusional, karena kami akan melawan melalui pengadilan. Jadi kami sudah mendraft permohonan pengujian Perppu kepada MK yang Insya allah akan disampaikan pada Senin yang akan datang,” kata Yusril di kantor HTI Jakarta, Kamis (13/7/2017).

Dalam permohonan uji materi itu, ada beberapa pasal yang perlu dibatalkan khususnya pasal-pasal yang bersifat sepihak dalam memberikan sanksi kepada ormas.

Tidak hanya sanksi administratif, tetapi juga sanksi pencabutan status terdaftarnya ormas itu di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan pencabutan status badan hukum di Kementerian Hukum dan HAM yang ditindaklanjuti dengan pernyataan pembubaran dari ormas yang bersangkutan.

“Jika dibandingkan UU 17 tahun 2013, Perppu ini adalah sebuah kemunduran dari demokrasi di Tanah Air. Ini adalah salah satu langkah mundur, dulu ini harus dilakukan melalui pengadilan sedangkan ini dilakukan sepihak pemerintah,” tandasnya.

Yusril mengkritik seperti apa definisi dari ormas yang bertentangan dengan Pancasila itu. Pasalnya, hal itu dijelaskan dalam salah satu pasal. Hanya saja, menurutnya hal itu masih dalam definisi yang ambigu.

Pihakyna mengaku mantap membawa poin itu ke MK untuk menantang pemerintah menjelaskan apa definisi dari Ormas yang menentang Pancasila.

“Ada dijelaskan sedikit di pasal 59 ayat 4, antara lain katanya adalah paham yang menyebabkan paham atheisme, marxisme, komunisme, dan seterusnya, itu kan memang hanya contoh saja, hanya penjelasan saja yang tidak mengandung norma apapun. Pada akhirnya penafsiran dalam pasal 59 ayat 4 kalau tidak dibawa ke pengadilan itu akan dilakukan sepihak oleh pemerintah sendiri,” tandasnya.

Pemerintah secara sepihak menilai HTI itu bertentangan dengan Pancasila. Namun, tak didasari penjelasan yang jelas. Selain itu, ada pula aturan yang tumpang tindih, misalnya saja, setiap anggota ormas penentang Pancasila bakal dikenakan sanksi hukuman hingga pidana seumur hidup.

“Pada pasal 82 dari Perppu ini diatur sanksi pidana, tapi setiap orang yang menjadi pengurus dan  yang menjadi anggota organisasi yang bersangkutan bisa dipidana dengan ancaman pidana seumur  hidup. Kami menganggap pasal ini karet,” pungkasnya.[Mus]

Related Articles

Back to top button