NATIONAL

MPBI Menilai Tsunami di Banten Disebut Silent Tsunami

Senin, 24 Desember 2018

Indonesiaplus.id – Anggota Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI) Wignyo Adiyoso menyampaikan, secara teori tsunami disebabkan tiga hal, yakni gempa bumi, tanah longsor di dalam laut dan letusan gunung api di bawah laut maupun di pulau. Untuk tsunami Anyer disebabkan adanya longsor di dalam laut.

Namun, gelombang tsunami di Anyer, Banten datang tiba-tiba. Masyarakat tidak merasakan gempa seperti kejadian tsunami yang sudah-sudah.

“Kejadian ini pernah terjadi pada tahun 1958 di Alaska saat 81 juta ton es dan batuan jatuh ke Teluk Lituya dan menibulkan tsunami ke sepanjang teluk dengan tinggi gelombang mencapai 350-500 meter,” ujar Wignyo dalam keterangan terulisnya, Jakarta, Minggu (23/12/2018).

Wignyo yang juga penulis buku Buku Manajemen Bencana: Pengantar & Isu-isu Strategis menyampaikan, longsor di dasar laut menyebabkan gempa lambat dan tidak menimbulkan getaran. Inilah yang menyebabkan masyarakat di sekitar Anyer tak merasakan gempa apapun.

“Struktur dasar laut banyak sedimentasi palung menyebabkan gempa lambat. Bahayanya, ada kemungkinan terjadi gempa dalam laut yang getarannya mungkin tidak akan dirasakan di daratan, tapi dampak tsunaminya lebih dahsyat. Ini sering dikenal silent tsunami,” katanya.

Lulusan Kebijakan dan Manajemen Bencana dari Universitas Ritsumeikan, Jepang ini menuturkan, kejadian serupa juga pernah melanda Chile pada 1960. Gempa berkekuatan 9,5 skala richter ini tidak hanya di Chile, tapi juga di Hilo Hawai dan Jepang serta bebera negara di Pasifik.

“Tidak diawali dengan merasakan gempa, masyarakat di Hawai dan Jepang tidak melakukan evakuasi. Di Hawai meninggal 61 orang dan di Jepang 138 orang,” ungkapnya.

Belajar dari tsunami Anyer dan Chile, Wignyo menuturkan pentingnya memiliki budaya tsunami. Dengan begitu, masyarakat yang berada di daerah pesisir arau kawasan rawan tsunami sudah paham caranya menyelamatkan diri.[sap]

Related Articles

Back to top button