Mensos: Prihatin, Penyebaran Tertinggi HIV/AIDS Pada Umur 20 – 49 Tahun

Selasa, 19 Februari 2019
Indonesiaplus.id – Tahun ini, Kementerian Sosial (Kemensos) menargetkan merekurt dan mengukuhkan 1000 sahabat peduli Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) di tiga provinsi.
“Melalui Sahabat Peduli ODHA, masyarakat bisa memahami, sekaligus menghindari penyebaran virus HIV-AIDS. Sekalgus masyarakat menjadi sahabat mereka yang telah terdampak agar bangkit untuk menatap masa depan lebih cerah,” ujar Menteri Sosial Agus Gumiwang Kartasasmita pada kegiatan Pengukuhan 250 Sahabat Peduli ODHA, di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (19/2/2019).
Kemensos sebelumnya sudah mengukuhan 250 Sahabat Peduli ODHA di Provinsi Sumatera Utara. Selain mengukuhkan Sahabat Peduli ODHA, juga Mensos memberikan sambutan pada kegiatan pembukaan Rapat Koordinasi dalam rangka penguatan Lembaga Perlindungan Anak (LPA)/Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA).
Mensos dalam sambutannya menyatakan, angka pengidap HIV-AIDS di Indonesia masih tinggi. Berdasarkan data
Kementerian Kesehatan, hingga tahun 2018, tercatat sebanyak 314.143 kasus HIV dan 111.973 kasus AIDS.
“Kondisi ini tentu saja sangat mengkhawatirkan karena populasi tertinggi justru ditemukan pada usia produktif yang seharusnya jadi subyek dan penggerak pembangunan, yaitu umur 20 – 49 tahun, ” katanya.
Kondisi tertular HIV-AIDS, sangat berpengaruh pada berbagai aspek fisik dan psikologis, yang lalu bisa menjadi masalah sosial ketika terjadi diskriminasi. “Perlu penanganan HIV-AIDS haruslah komprehensif,” tandasnya.
Kemensos mengambil berbagai langkah antisipatif yang tepat dan terencana. Salah satunya sejak 2017-2018 telah mengukuhkan 2000 Sahabat Peduli ODHA dan tahun ini kembali mengukuhkan 1000 Sahabat Peduli ODHA.
“Mereka dikukuhkan dengan harapkan dapat menjadi pioneer, agen-agen di masyarakat yang memberikan pemahaman yang tepat dan benar tentang HIV-AIDS,” ujar Mensos.
Selain itu, Kemensos menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi sosial bagi mereka yang terdampak HIV melalui Balai dan Loka Rehabilitasi Sosial Orang dengan HIV.
Kemensos memiliki 3 Balai dan Loka, yaitu; Balai Rehabilitasi Sosial Orang Dengan HIV Wasana Bahagia Ternate, untuk penanganan wilayah timur, Balai Rehabilitasi Sosial Orang Dengan HIV Bahagia Medan, untuk penanganan wilayah Sumatera dan Kalimantan, serta Loka Rehabilitasi Sosial Orang Dengan HIV Kahuripan Sukabumi dengan wilayah kerja Pulau Jawa, NTB, dan Bali.
“Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang memiliki lembaga rehabilitasi milik pemerintah, meski angka HIV-AIDS di Indonesia bukan tertinggi di dunia. Artinya, pemerintah memiliki perhatian serius bagi upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS,” ujarnya.
Penanggulangan HIV-AIDS hendaknya dibarengi dengan pemahaman bahwa masalah ini sudah menjadi masalah yang mendesak dan perlu segera ditangani.
“Penanggulangan harus memperhatikan nilai-nilai agama dan budaya serta diarahkan untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan kesejahteraan keluarga,” tandasnya.
Semenatara itu, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Edi Suharto, menyatakan, berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda mengamanatkan tentang Penanganan Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) Bidang Rehabilitasi Sosial menjadi tanggung jawab pusat dalam hal ini Kemensos.
“Implementasi dari UU tersebut, Kemensos melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang telah melakukan berbagai langkah kebijakan inovatif,” katanya.
Diharapkan kebiajkan tersebut menjadi upaya dan tindakan besar dalam proses penanganan ODHA di seluruh Indonesia. Langkah-langkah yang sudah dilaksanakan meliputi : Mendirikan 3 Balai Rehabilitasi Sosial yang secara khusus memberikan layanan rehabilitasi sosial bagi ODHA, menyusun Permensos RI tentang standar nasional rehabilitasi sosial ODHA dan Membangun kerjasama dengan 87 Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS).
“Melalui kegiatan ini diharapkan bisa memperkenalkan dan menginformasikan berbagai pengetahuan serta memberikan wawasan dan pemahaman tentang pengetahuan dasar dalam penanggulangan HIV/AIDS,” urainya.
Juga, diharapkan bisa meningkatkan pengetahuan tentang HIV-AIDS secara komprehensif bagi usia remaja, khususnya usia 15–24 tahun. “Memang perlu sosialisasi tentang penanggulangan HIV-AIDS yang benar kepada masyarakat,” ungkapnya.
Salah satunya dengan cara menyebarluaskan informasi tersebut melalui lingkungan sekitar tentang Pencegahan HIV-AIDS. “Saya berharap semoga para peserta bisa lebih memahami dan mengerti tentang pengetahuan penanggulangan HIV-AIDS,” pungkasnya.[mor]