Direktur: Pengembangan Sejarah Harus Bersifat Holistik
Sabtu, 30 Juni 2018
Indonesiaplus.id – Terdapat 10 objek pemajuan kebudayaan yang menjadi fokus dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayan, yaitu tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olahraga tradisional.
“Ke-10 objek tersebut merupakan implementasi dari amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan,” ujar Direktur Sejarah, Ditjen Kebudayaan Triana Wulandari di Jakarta, Sabtu (30/6/2018).
Dalam program pengembangan sejarah, kata Triana, yang holistik harus dimulai dengan menumbuhkan pemahaman bahwa sejarah bukanlah objek melainkan lingkup.
“Kami meyakini bahwasanya sejarah tidaklah sama dengan objek khusus yang bisa disandingkan, seperti halnya dengan 10 objek pemajuan kebudayaan tersebut,” katanya.
Pada posisi sejarah sebagai lingkup, maka kedudukannya lebih tinggi dibandingkan objek lain sehingga sejarah adalah lingkupnya dari berbagai macam objek pemajuan kebudayaan.
Dalam pelaksanaannya melibatkan banyak pihak dalam forum penggiat sejarah, antara lain best practices (inspiring moment), focus group discussion; penyusunan program lanjutan yang akan memunculkan buah pemikiran baru dengan bertemu, saling bertukar ide, maupun gagasan kesejarahan.
“Kami menghadirkan enam narasumber sebagai perwakilan dari komunitas sejarah yang memiliki rekam jejak baik dalam pengembangan kesejarahan,” katanya.
Pada sesi best practice, peserta mendapatkan penjelasan hasil proses pelaksanaan keprofesian masing-masing komunitas dimana isinya sebagai gambaran penerapan praktik terbaik yang berangkat dari permasalahan dihadapi, disertai bukti empiric dan menghasilkan perbaikan proses yang terbukti baik.
Penjelasan diharapkan memotivasi peserta forum, memahami masalah dan rekam jejak untuk mencoba secara lebih kreatif dan inovatif dalam mengatasi setiap permasalahan dengan metode ilmiah.
“Para peserta tidak hanya meningkat kesadarannya, melainkan lebih dari itu agar mereka bisa menjadi tercerahkan dengan berbagai penjelasan tersebut, ” ujarnya.
Sedangkan pada sesi Focus Group Discussion (FGD) peserta dibagi kedalam 3 kelompok besar, yaitu kelompok produksi pengetahuan, kelompok diseminasi pengetahuan, serta kelompok apresiasi public terhadap sejarah.
Pengelompokan didasarkan rancangan pola siklus kesejarahan yang mengadopsi penerjemahan konsep pemajuan budaya.
Setiap kelompok saling berhubungan dengan merujuk pada pemaknaan ekosistem sebagai tata interaksi saling menunjang unsur-unsur didalamnya sebagai sub sistem yang mendorong ke seluruhan ekosistem untuk bergerak memperbaiki diri dalam siklus secara terus menerus.
Penyusun perencanaan program lanjutan sebagai ending dari pertemuan ini diharapkan bisa menyamakan persepsi dan mempersiapkan langkah operasional pelaksanaan program dalam bentuk sinergi program yang dilakukan komprehensif baik bermula dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi mencakup kerangka kebijakan, regulasi, anggaran serta pelibatan publik.
Akhir dari semua masukan sebagai bagian dari hasil forum bisa menjadi bahan perumusan kebijakan yang menjamin terciptanya integrasi program, tercapainya pemfungsian sumberdaya secara efisien, efektif, berkesinambungan, sehingga ekosistem bisa terwujud.[Mor]