HEALTH

Usai Divaksin Tidak Ada Jaminan Kebal Covid-19, Berikut Penjelasan Para Ahli!

Indonesiaplus.id – Usai divaksin tidak berarti jaminan bebas terpapar Covid-19, sebab vaksin bukan mencegah terinfeksi virus. Menurut para ahli vaksin bukanlah mencegah infeksi virus, namun membantu melindungi dari risiko terkena penyakit Covid-19 yang berat.

Penelitian di New England Journal of Medicine menyatakan, bahwa proteksi dari dosis vaksin pertama Pfizer tidak akan dimulai dalam waktu 12 hari dan kemudian diestimasi baru 52% efektif setelah beberapa minggu selanjutnya.

Baik Pfizer maupun vaksin Moderna membutuhkan dua dosis. Keduanya dilaporkan 95% efektif tapi setidaknya dalam waktu satu atau dua minggu setelah injeksi dosis yang kedua dan tetap saja masih ada kemungkinan tidak dapat melindungi orang secara keseluruhan.

“Tidak ada yang namanya melindungu 100%,” tegas Dr. Paul A. Offit, ahli penyakit infeksi dan direktur Vaccine Education Center di Children’s Hospital of Philadelphia, AS mengutip dari Healthline.

1 dari 20 orang yang divaksin masih bisa terkena infeksi sedang hingga ringan. Kondisi ini menyusul laporan beberapa orang baik umum maupun tenaga kesehatan yang masih terinfeksi Covid-19 meski sudah divaksin.

Di Inggris, salah seorang yang mendapat vaksin Pfizer pertama, Collin Horseman (85) tewas beberapa hari setelah terkonfirmasi positif Covid-19. Diduga ia menderita infeksi ginjal di akhir Desember dan terkena virus corona pada saat itu.

Produsen vaksin Pfizer dan Moderna dan diedarkan di Amerika Serikat, mengklaim vaksinnya 95% efektif dalam mencegah sakit akibat gejala Covid-19. Namun belum cukup bukti apakah vaksin juga mencegah infeksi dan penyebaran asimtomatik.

Orang terinfeksi yang tidak memiliki gejala (asimtomatik) dan pihak produsen vaksin mengatakan, bahwa penelitian masih dilakukan untuk mencari jawabannya. Tanpa vaksin, peneliti menekankan bahwa penyebaran asimtomatik mengakibatkan tingginya kasus Covid-19 yang terjadi.

Protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan haruslah tetap dipegang hingga cakupan vaksin mendekati kekebalan kelompok, yaitu dimana sudah cukup banyak orang yang kebal terhadap penyakit sehingga penyebaran dapat dihentikan.

Bahkan, beberapa studi memprediksi setidaknya populasi yang divaksin haruslah mencapai 75-80% agar mencapai kekebalan kelompok dan bisa saja naik jika varian virus baru muncul.

“Jadi, jika setiap orang harus tetap memakai masker dan melakukan upaya mengurangi transmisi virus sehingga dapat dikontrol,” kata Imunologis dan profesor dari University of Washington Marion Pepper dikutip dari Wsj.

Virus corona masuk ke tubuh lewat hidung atau mulut. Organ yang paling hebat merasakan dampaknya adalah paru. Vaksin disuntikkan ke tubuh pada jaringan otot di lengan kemudian antibodi berkembang di darah sebelum bergerak ke hidung untuk mencegah infeksi.

“Dengan antibodi dapat melintasi paru lebih mudah daripada di hidung atau tenggorokan. Jadi lebih mudah mencegah penyakit berat atau simtomatik daripada infeksi,” kata Deepta Bhattacharya, profesor imunonibiologi di University of Arizona, AS.

Kendati sudah vaksin sekalipun, jika seseorang terpapar virus, maka virus tersebut dapat membuat respon imun bekerja untuk mengontrol infeksi. Potensi penularan bergantung pada seberapa cepat infeksi dapat dikontrol tubuh. “Kebanyakan vaksin mencegah penyakit seperti halnya mencegah infeksi,” kata Anna Durbin, profesor di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health yang bekerja dalam pengujian vaksin AstraZeneca dan Pfizer.

Ia meyakini penelitian tentang vaksin Covid akhirnya akan menunjukkan pengurangan penyebaran asimtomatik walau tidak menghilangkan secara total.

Walau vaksin tidak mencegah penyebaran secara optimal, vaksin tetap dapat membantu populasi dalam mencapai kekebalan kelompok, menurut Arnold Monto, epidemiolog dari University of Michigan School of Public Health.

Terkait penyebaran asimtomatik, Dr. Monto mengatakan virus lain juga bersifat sama. Ketika vaksin rubella hadir misalnya, ada bukti bahwa terjadi infeksi asimtomatik kembali. Kekebalan kelompok tetap tercapai.

“Sampai cakupan vaksin meluas dan kekebalan kelompok terjadi, kita harus tetap waspada masih bisa terkena virus baik dari orang yang sudah divaksin maupun belum. Jika mayoritas populasi sudah divaksin, penyebaran asimtomayik tidak akan berdampak pada kesehatan publik,” kata John R. Mascola, direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases’ Vaccine Research Center.[auf]

Related Articles

Back to top button