Mahmud Abbas Telpon Pemipin Dunia Bicara Nasib Yerusalem
Senin, 4 Desember 2017
Indonesiaplus.id – Sejumlah pemimpin dunia ditelpon Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmud Abbas untuk menjelaskan dampak bahaya, jika AS memindahkan kedutaan besar (kedubes) di Israel dari Tel Avin ke Yerusalem Timur
Pemimpin dunia itu di antaranya Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Majdi al-Khalidi, Penasihat Diplomasi Abbas mengatakan, Minggu (3/12), jika AS bermanuver politik memindahkan kedubes ke Yerusalem, berarti pula Washington ‘’mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel”.
Padahal, jauh hari Palestina menyiapkan Yerusalem sebagai ibu kota negara merdeka di kemudian hari. Selain itu, Abbas menginginkan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Liga Arab menggelar pertemuan darurat untuk membahas serta menyikapi masalah krusial tersebut.
Menurut Abbas, dampak pemindahan Kedubes AS akan mengancam proses politik dan upaya perdamaian. Selain Abbas, kata Khalidi, diplomasi demi mencegah AS memindahkan kedubes mereka juga dilakukan Sekjen Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Saeb Erekat dan Kepala Intelijen PA Majed Farraj di Washington.
Dilaporkan kantor Berita Turki Anadolu, kepada Abbas, Erdogan menyatakan tegas bahwa negara Palestina Merdeka harus beribu kota di Yerusalem Timur. Senin (4/12) ini waktu setempat, Trump diagendakan memutuskan jadi dan tidaknya memindahkan Kedubes AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Sejak 1995, undang-undang AS mengharuskan pemindahan dari Tel Aviv ke Yerusalem — jelas sesuai dengan keinginan Israel. Namun, sejak itu pula AS belum melakukannya karena akan menghadapkan mereka dengan negara-negara lain kekuatan dunia.
Sejak undang-undang itu diloloskan, setiap enam bulan presiden yang menjabat meneken pernyataan tertulis yang mengabaikan atau melepaskan dari kewajiban (waiver) untuk memindahkan kedubes di Israel tersebut. Selain ditentang negara-negara lain kekuatan dunia, pemindahan dipastikan mengundang reaksi keras Palestina, negara-negara Arab, dan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Sejak berkuasa di Gedung Putih 20 Januari lalu, Presiden Trump menandatangani waiver sekali, sementara tenggat akhir (deadline) berikutnya jatuh pada Senin ini. Publik menunggu putusan Trump karena saat kampanye pilpres lalu ia berjanji kepada pendukung dari kalangan Yahudi Amerika, jika terpilih sebagai presiden, ia akan memindahkan Kedubes AS secara permanen ke Yerusalem.
Sejumlah laporan media menilai Gedung Putih dengan menyatakan, Trump akan menolak menandatangani waiver adalah ‘’prematur”. Namun, kepada AFP, sejumlah sumber mengatakan kemungkinan besar Trump akan mendeklarasikan secara resmi Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel. Trump pun mengagendakan pidato atas masalah ini pekan depan sebelum Wakil Presiden Mike Pence bertolak ke Yerusalem.
Tak hanya itu, Israel telah menduduki Yerusalem Timur dan Tepi Barat dalam Perang Enam Hari 1967. Mereka lantas mencaplok Yarusalem Timur, manuver yang ditolak komunitas internasional.[Fat]