ECONOMY

Transformasi Transmigrasi Menuju Kesejahteraan Untuk Semua

Oleh : Iftitah Sulaiman Suryanagara
Menteri Transmigrasi Republik Indonesia

Indonesiaplus.idSalah satu solusi untuk mengatasi kepadatan Penduduk Indonesia, sejak  awal kemerdekaan oleh para pendiri negara (Founding Fathers) yaitu melalui transmigrasi. Di mana, hal itu sekaligus untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di luar Pulau Jawa.

Pada Februasi 1946, Wakil Presiden Bung Hatta menegaskan perlunya pemindahan penduduk sebagai tenaga kerja untuk industrialisasi besar-besaran. Kemudian pada 12 Desember 1950, rombongan pertama sebanyak 50 Kepala Keluarga Transmigran, diberangkatkan dari Jawa Tengah ke Lampung dan Sumatera Selatan.

Presiden Soekarno dalam Musyawarah Gerakan Transmigrasi di Jakarta pada tahun 1964 menegaskan bahwa begitu penting transmigrasi sebagai soal hidup-mati kita sebagai bangsa.

Primadona dan Salah Persepsi
Di masa lalu, program Transmigrasi pernah menjadi primadona dengan dukungan anggaran Departemen Transmigrasi mencapai sembilan persen dari APBN, dengan kemampuan menempatkan 50 ribu kepala keluarga per tahun.

Hingga saat ini tercatat 2,2 juta kepala keluarga atau 9,1 juta jiwa yang ikut program transmigrasi. Mereka ditenpatkan di 3.606 Satuan Pemukiman di 619 Kawasan Transmigrasi. Kawasan tadi kini berkembang menjadi 1.567 Desa Definitif, 466 Ibukota Kecamatan, 116 Ibukota Kabupaten dan 3 Ibukota Provinsi.

Dari daerah dan keluarga transmigran banyak Tokoh Nasional, kepala daerah, anggota parlemen, perwira TNI/Polri dan akademisi lahir. Namun sayangnya, karena mengutamakan kuantitas migrasi penduduknya, maka kualitas transformasi kesejahteraan dan persatuannya sedikit terabaikan. Akibatnya, ada dampak sosial yang mengarah ke isu ‘Jawanisasi’.

Transmigrasi disalahperepsikan sebagai simbol pemerintahan lama yang direformasi. Pada tahun 2000, pemerintah menutup program transmigrasi umum, bahkan mengganti nama transmigrasi menjadi mobilitas sosial.

Sejak saat itu tugas dan fungsi gtransmigrasi difragmentasi di tingkat Direktorat Jenderal.

Tantangan dan Relevansi
Hawa segar diembusman Presiden Prabowo Subianto pada 21 Oktober 2024 dengan meningkatkan lagi Direktorat Jenderal Transmigrasi pada level Kementerian. Transmigrasi menemukan relevansinya di Delapan Butir Asta Cita yang merupakan visi dan misi presiden dan wakil presiden periode 2024-2029.

Memang, harus diakui bahwa masih banyak potensi sumber daya alam Indonesia yang belum dikelola optimal. Sebagian besar berada di luar Pulau Jawa dan Bali. Kebutuhan untuk membangun Ketahanan Pangan, air dan energi, juga menjadi tantangan yang perlu dijawab dalam konteks ketahanan bangsa.

Juga, kita menghadapi tantangan demografis berupa besarnya jumlah angkatan kerja usia produktif yang belum seluruhnya bisa diserap oleh lapangan kerja. Jika tidak diatasi, bonus demografi ini bisa menjadi bencana.

Untuk bisa sejahtera dan merata Indonesia juga membutuhkan sumber-sumber pertumnuhan ekonomi baru yang tidaki semata-mata tergantung pada cadangan sumber daya mineralyang terus berkurang.

Kekayaan hutan tropis kita juga tidak bisa terus-menerus dibiarkan berkurang akibat pendekatan industri yang ekstraktif. Selain itu, di tengah ancaman krisis pangan, air dan energi global, perubahan demografi dan dinamika geopolitik, maka urgensi reformasi program tramsigrasi menjadi semakin nyata.[tat]

Related Articles

Back to top button