Kasus Gagal Bayar PT Jiwasraya, Pengamat: Kemenkeu dan OJK Abai

Indonesiaplus.id – Pengamat Pasar Modal Budi Frensidy menilai bahwa kasus gagal bayar PT Asuransi Jiwasraya yang hingga kini belum menemui titik purna disebut sebagai bentuk dari manajemen yang buruk atau missmanagement.
“Pada kasus Jiwasraya merupakan contoh baruk dari masalah missmanagement,” ujar Budi di Jakarta, Jumat (13/3/2020).
Kasus ini, kata Budi, tentu menjadi nestapa bagi para konsumen yang telah berinvestasi di Perusahaan asuransi pelat merah tersebut. “Jelas, yang menjadi korban adalah para pemegang polis dan pembeli produk lainnya,” ungkapnya.
Namun, kasus ini dinilainya salah satu imbas dari kesalahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tak menjalankan tugasnya dengan baik.
Pasalnya, banyak investasi dari Jiwasraya yang masuk dan diperdagangkan ke saham dan reksadana yang nota bene adalah ranah pengawasan OJK. “Yes, ini masuk wilayah pengawasan OJK juga tidak berjalan dengan baik,” katanya.
Untuk itu, pemerintah perlu belajar dari kasus ini agar tidak terulang pada BUMN lainnya di masa mendatang. “Upaya pengawasan harus lebih ketat, penegakan aturan corporate governance dan sanksi tegas bagi para pengelola dana institusi dan dana publik terutama BUMN,” terangnya.
Ekonom senior Faisal Basri mengatakan bahwa negara telah abai dalam kasus gagal bayar Asuransi Jiwasraya. Sehingga kasus ini seharusnya tidak terjadi apabila ada lembaga penjamin polis.
Pembentukan lembaga penjamin polis sudah diamanatkan oleh UU Asuransi. Faisal menilai selama ini negara terlalu memandang sebelah mata risiko produk polis asuransi.
“Pada saat merebak Jiwasraya saya sampaikan concern. Saat itu ada yang bicara kewajiban negara yang abai UU tentang polis. Kemenkeu cuek dan abai karena memandang polis asuransi kecil,” tandasnya.
Merujuk pada UU Asuransi yang ditandatangani oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013, tiga hari sebelum jabatannya selesai disebutkan bahwa undang-undang menjelaskan lembaga penjamin polis.
“Saya concern ke UU yang ditandatangani pak SBY 3 hari sebelum selesai menjabat dan seharusnya kita sejak 2017 sudah ada lembaga penjamin polis,” tandasnya.
Kehadiran lembaga penjamin polis merupakan amanah UU Asuransi no 40 tahun 2014, seperti pada pasal 53 ayat 4 lembaga penjamin polis harus dibentuk tiga tahun setelah undang-undang itu diteken.
Namun, apa yang terjadi di lapangan fakta menyatakan hingga saat ini pun pemerintah tidak ada rencana membentuk lembaga penjamin itu.[sal]