HUMANITIES

Ijazah dan Universitas: Masih Relevankah di Era Digital?*

Indonesiaplus.id – Ijazah, sejak lama, menjadi simbol keberhasilan akademik dan tiket menuju dunia profesional. Lembaran kertas yang dikeluarkan universitas ini menjadi bukti formal bahwa seseorang telah melalui proses pembelajaran, lulus ujian, dan dianggap layak oleh institusi pendidikan tinggi.

Namun, di tengah derasnya arus digitalisasi, otomatisasi, dan perubahan struktur ekonomi global, pertanyaan mendasar mulai muncul: masihkah ijazah — dan universitas sebagai pemberinya — relevan?

Selama ini, universitas diposisikan sebagai pusat akademik, tempat berkumpulnya pengetahuan, riset, dan diskursus ilmiah. Pada kenyataannya, banyak mahasiswa masuk perguruan tinggi bukan karena haus akan ilmu, melainkan demi mendapatkan selembar ijazah.

Terkadang, perguruan tinggi pun terjebak dalam rutinitas administratif dan birokrasi yang membuat proses akademik lebih terlihat seperti jalur formalitas daripada ruang pembentukan intelektual yang dinamis.

Di lapangan, realitas semakin mempertegas krisis ini. Perusahaan-perusahaan teknologi besar seperti Google dan Apple mulai tidak lagi menjadikan ijazah sebagai syarat utama rekrutmen. Mereka lebih menekankan pada keterampilan nyata dan portofolio.

Bahkan, banyak profesional sukses di bidang teknologi, desain, bahkan bisnis, tidak memiliki latar belakang akademik formal yang panjang — tetapi memiliki keahlian yang dibutuhkan dan terus belajar secara mandiri.

Lalu, apakah artinya universitas harus dilupakan? Tentu tidak. Namun universitas harus berevolusi. Ia tidak lagi cukup hanya menjadi tempat penyampai materi, tetapi harus menjadi katalisator pembentukan karakter berpikir kritis, penggerak riset terapan, dan rumah bagi kolaborasi lintas disiplin. Ijazah seharusnya tidak lagi menjadi tujuan akhir, melainkan hanya penanda sebuah proses panjang yang melibatkan kerja keras, pembentukan nalar, dan pengabdian terhadap ilmu pengetahuan.

Kini, sudah saatnya menempatkan ijazah dalam perspektif yang lebih proporsional. Ia bukan tiket emas, tetapi hanya salah satu pintu dari banyak jalur menuju kontribusi nyata. Dan universitas, jika ingin tetap relevan, harus kembali ke ruh akademiknya — bukan sekadar pabrik ijazah, tetapi taman ilmu yang menginspirasi dan membebaskan.

Hamdan, Redaktur media siber www.indonesiaplus.id

Related Articles

Back to top button