POLITICS

Tak Kondusif, Perludem Minta Presiden Terbitkan Perppu Penundaan

Indonesiaplus.id – Untuk penundaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020, Presiden diminta mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu.

Pasalnya, perppu penting bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi landasan hukum yang kuat dalam menerbitkan keputusan menunda seluruh tahapan Pilkada 2020.

“Sejatinya harus menjadi pruoritas penundaan Pilkada 2020, sebab wabah Covid-19 semakin meluas. Hal ini terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia,” ujar Manajer Program Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil melalui keterangan tertulis, Ahad (29/3/2020).

Kondisi ini, kata Fadli, beririsan dengan sebaran daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak 2020. Dari data 270 daerah akan melaksanakan Pilkada di 32 provinsi di Indonesia.

Hanya DKI Jakarta dan Aceh yang tidak terdapat pelaksanaan Pilkada 2020. Sebagian besar, daerah yang akan menggelar pemilihan, sudah mengonfirmasi adanya kasus penyebaran virus korona.

“Melalui keputusan dan Surat Edaran, KPU sudah memutuskan untuk menunda pelaksanaan beberapa tahapan Pilkada,” kata Fadli.

Untuk tahapan sudah diputuskan ditunda, meliputi pelantikan anggota Panitia PemungutanSuara (PPS), verifikasi faktual dukungan bakal pasangan calon perseorangan, pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP), dan tahapan pencocokan dan penelitian data pemilih.

Adapun implikasi teknis dari penundaan ini berdampak pada kontinuitas tahapan Pilkada lainnya. serta bisa menggeser hari pemungutan suara sebagai aktivitas inti Pilkada.

Mislanya, pada ketentuan Pasal 18 ayat (3) UU No 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang menyebut PPS dibentuk oleh KPU Kabupaten atau Kota, enam bulan sebelum pemungutan suara dan dibubarkan paling lambat dua bulan setelah pemungutan suara.

“Jika pelantikan PPS bergeser maka akan menggeser pula hari pemungutan suara sesuai pasal itu,” katanya.

Pilkada bersifat serentak mestinya dampak penundaan tidak hanya dihitung daerah per daerah tapi juga harus dilihat dalam skala keserentakan Pilkada. Maka kebijakan yang dibuat harus dengan pendekatan nasional.

Tidak parsial daerah per daerah, melainkan ketentuan penundaan Pilkada diatur UU Pilkada, berupa pemilihan lanjutan dan pemilihan susulan sebagaimana diatur dalam Pasal 120 dan Pasal 121 UU Nomor 1 Tahun 2015, tidak mampu memberikan landasan hukum bagi penundaan Pilkada secara nasional.

“Tidak parsial per daerah terbatas pada wilayah yang mengalami kondisi luar biasa (force majeur), serta harus dilakukan secara bottom up process, berjenjang dari bawah ke atas,” tandasnya.

Dengan ditundanya empat tahapan Pilkada ini ada implikasi langsung terhadap tahapan lain, terutama hari pemungutan suara Pilkada 2020 yang dijadwalkan pada 23 September 2020 sesuai dengan Peraturan KPU Nomor 15/2019, 16/2019, dan 2/2020.

KPU sebagai penanggung jawab akhir pelaksanaan Pilkada 2020, perlu menyesuaikan tahapan pelaksanaan Pilkada agar tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip pemilu yang demokratis dan konstitusional.

Atas dasar situasi yang ada Perludem mendorong beberapa hal, antara lain KPU segera membuat simulasi komprehensif dampak penundaan tahapan Pilkada.

“Tentu saja, berimplikasi terhadap keberlanjutan agenda demokrasi lokal di 270 daerah yang ada, ” ujar Deputi Direktur Perludem, Khoirunnisa Agustyati.[mus]

Related Articles

Back to top button